TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) membantah bila temuan kejanggalan di Laporan Keuangan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hanya sebesar Rp 82,7 miliar.
Menurut Kepala Bagian Hubungan Lembaga dan Media BPK, Rati Dewi
Puspita Purba total kejanggalan justru lebih dari itu, mencapai Rp 1,6
triliun sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap opini Laporan
Keuangan Kemendikbud dan jauh melampaui planned materuality sehingga
opini Laporan Keuangan Kemndikbud tahun anggaran 2011 menjadi
disclaimer.
"Perlu kami klarifikasi bahwa angka yang disampaikan oleh Kemendikbud
nilai temuan BPK hanya Rp 82,7 miliar tidak," ujar Rati di kantor BPK,
Jakarta, Senin (23/7/2012).
Ada 12 hal yang signifikan membuat laporan keuangan Kemendikbud mendapatkan opini disclaimer dari BPK.
Kejanggalan pertama, penggunaan langsung PNBP di luar mekanisme APBN
dan tidak dilaporkan dalam LK Kemendikbud sebesar Rp 23.835.682.173.
Kedua, perbedaan hasil rekonsiliasi atas pendaparan menurut
Kemendikbud dengan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, di
Direktorat Jenderal Perbendaharaan tidak, dapat ditelusuri dokumen
sumbernya oleh Kemendikbud, sehingga selisih sebesar Rp 86.592.556.066
tidak dapat diyakini kewajarannya.
Ketiga, belanja yang bersumber dari hibah berupa uang dan barang pada
Universitas Malikusaleh, Universitas Syiah Kuala, Dirjen PAUD,
Universitas Sam Ratulangi, Universitas Negeri Manado, dan Sesditjen
Dikti minimal senilai Rp 210.047.084.624, belum diajukan pengesahannya
ke DJPU.
Dan belum dilaporkan dalam laporan keuangan, serta realisasi belanja
hibah untuk pembangunan gedung dan pengadaan kendaraan pada Universitas
Malikusaleh dan Universitas Syiah Kuala tidak diketahui nilainya.
Keempat, dana bantuan sosial belum disalurkan kepada yang berhak dan
masih mengendap di rekening Perguruan Tinggi senilai Rp 43.752.631.087.
Kelima, retur realisasi belanja Kemendikbud Tahun Anggaran 2011 yang
belum diperhitungkan sebagai pengurangan belanja bruto senilai Rp
300.047.763.518.
Keenam, saldo atas 70 rekening pada Universitas Malikussaleh,
Universitas Syiah Kuala, Politeknik Negeri Ambon, Universitas Negeri
Jakarta, Universitas Pattimura, Universitas Cendrawasih belum dilaporkan
dalam Laporan Keuangan sebesar Rp 20.411.189.567,24.
Ketujuh, uang persediaan di Unair 2007 yang masih tercatat sebagai
kas di bendahara penerimaan, yang digunakan untuk membiayai kegiatan
yang tidak dianggarkan dalam DIPA Unair Tahun Anggaran 2007, belum
dipertanggungjawabkan atau belum mendapat pengesahan pertanggungjawaban
oleh KPPN senilai Rp 9.608.221.616.
Kedelapan, terjadi ketekoran kas pada Universitas Riau untuk
pembiayaan kegiatan-kegiatan yang tidak teranggarkan sebesar Rp
8.893.663.757,02.
Kesembilan, pencatatan dan pelaporan persediaan belum sepenuhnya
didukung penatausahaan yang memadai sehingga nilai persediaan per 31
Desember 2011 sebesar Rp 291.024.041.122.
Kesepuluh, piutang pada PTN belum dan tidak seluruhnya disajikan pada
Laporan Keuangan Kemendikbud sehingga saldo piutang per 31 Desember
2011 sebesar Rp 388.449.889.801.
Kesebelas, nilai aset tetap minimal senilai Rp 289.029.342.338 yang
disajikan di neraca pada lima satker baru (Universitas Masamus Merauke,
Universitas Bangka Belitung, Universitas Borneo Tarakan, Politeknik
Negeri Batam, dan Politeknik Manufaktur Bangka Belitung), belum
dilakukan penilaian dan tanah seluas 71.687 meter persegi pada Polman
Bangka Belitung.
Aset yang merupakan hibah dari PT Tambang Timah tersebut belum
dicatat di neraca Kemendikbud 2011, sehingga tidak dapat diyakini
kewajarannya.
Keduabelas, sset tetap belum dilakukan inventarisasi dan penilaian
sehingga tidak dapat diketahui nilainya. Lima persil tanah Universitas
Tadulako minimal seluas 62.244.390 meter persegi. 2.856 eksemplar buku
perpustakaan pada Direktorat PAUD, yang diperoleh antara tahun 1990
sampai dengan 2007.
Tidak pernah dilakukan stock opname dan tidak pernah dilaporkan sebagai aset tetap lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar