Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pada Blog Kami

Sabtu, 12 November 2011

Pulau Bangka Minahasa Utara Mencekam





TRIBUNNEWS.COM, LIKUPANG- Suasana tenang dan indah yang menghiasi pesisir pantai di Desa Kahuku, Pulau Bangka, Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara Jumat pagi (11/11) sontak berubah mencekam.

Saat itu, sejumlah warga Desa Kahuku berteriak dan mengancam warga Desa Lihunu yang sama-sama berada di Pulau Bangka. Peristiwa ini dipicu ketika beberapa warga yang berasal dari Desa Lihunu merapat dengan kapal motor di pesisir Desa Kahuku, Jumat pagi (11/11).
Dalam beberapa waktu terakhir warga kedua desa memang tegang. Pemicunya adalah perbedaan pendapat antara kedua belah pihak menanggapi isu yang berkembang tentang rencana perusahaan tambang PT Mikro Metal Perdana membeli sebagian besar lahan warga untuk kepentingan rencana penambangan pasir besi di Pulau Bangka.
Berdasar pantauan Tribun Manado, beberapa pria dari Desa Kahuku mengusir warga Desa Lihunu. Bahkan ada yang memukul. "Pulang sana, jangan injakkan kaki di pulau ini," teriak salah seorang warga Desa Kahuku.
Suasana tegang berlangsung hampir setengah jam karena percekcokan yang terjadi antara kedua belah pihak.
Sebagian besar warga Desa Kahuku menyatakan niat menjual lahan mereka dengan harga Rp 1,5 juta per meter ke perusahan tambang PT Mikro Metal Perdana. Sedangkan di lain pihak hampir sebagian besar warga Desa Lihunu menyatakan penolakan akan rencana pembelian lahan mereka untuk dijadikan lokasi tambang pasir besi.
Untunglah situasi ini tidak berlangsung lama, karena warga Desa Lihunu segera menarik diri ke pantai dan bertolak kembali pulang dengan menggunakan kapal motor.
Wiliam Hadinaung, warga Desa Lihunu menegaskan, sejak beberapa bulan terakhir ini memang berkembang isu yang bertujuan memecah belah warga tiga desa yang ada di Pulau Bangka yaitu Desa Lihunu, Kahuku, dan Libas.
Menurutnya, sempat terdengar isu dari beberapa orang yang tidak bertanggung jawab yang mengatakan bahwa pihak perusahaan akan membeli lahan milik warga dengan harga Rp 1,5 juta per meter. "Kenyataannya tidak begitu, karena sesuai pertemuan antara perwakilan perusahaan dengan aparat desa, bukan seperti itu pembicaraannya," ujarnya.
Menurut Wiliam, hasil pembicaraan yang ditawarkan ke masyarakat mengenai harga beli lahan milik warga yaitu, harga lahan warga yang tidak memiliki pohon dibayar Rp 1.500 per meter, untuk lahan yang terdapat pohon kelapa yang tidak terlalu banyak dihargai Rp 2.500 per meter, dan lahan dengan pohon kelapa yang lebat akan dibayar Rp 4.500 per meter. "Kekacauan terjadi karena beberapa orang sebarkan isu yang memecah belah seluruh warga mengenai harga jual lahan," ujarnya.
Menurut Wiliam sampai saat ini belum ada keputusan final dari warga Pulau Bangka mengenai tawaran menjual lahan mereka untuk dijadikan lokasi tambang pasir besi. "Yang jelas sebagian besar warga di ketiga desa menyatakan tidak setuju pulau ini ditambang," ujarnya.
Kemarin, sejumlah wartawan menyeberang ke pulau itu. Wartawan lokal dan nasional akan mengambil foto aktivitas penggalian dalam rangka eksplorasi yang sementara dilakukan perusahaan tambang pasir besi PT Mikro Metal Perdana di Pulau Bangka Likupang Timur. Namun rencana ini batal karena warga Desa Kahuku menolak wartawan mendekati pulau.
Selain wartawan, perahu motor ini juga membawa tokoh adat Minahasa Eduard Paulus Heydemans dan beberapa aktivis peduli lingkungan.
Baru saja menjejakkan kaki di tepi pantai dengan hamparan pasir putih ini, suasana sontak berubah menjadi menegangkan. Tokoh adat Minahasa Eduard Paulus Heydemans disambut prosesi adat sederhana dari dua orang tokoh adat desa Kahuku.
Usai penyambutan, langkah kami tertahan setelah sejumlah warga sambil berteriak-teriak mengusir wartawan keluar dari desa mereka. Bahkan beberapa perangkat desa juga ikut rombongan wartawan. tribunmanado.co.id / Fransiska Polohindang

Editor: Prawira Maulana  |  Sumber: Tribun Manado

Tidak ada komentar:

Posting Komentar