REPUBLIKA.CO.ID, NEW SOUTH WALES - Kekerasan terhadap kaum Muslim tidak
mengenal kata usai. Paling tidak hal itu dapat dilihat dari pernyataan
tentara Australia.
Melalui situs jejaring sosial, Facebook (FB),
tentara Australia yang berbasis di Townsville dan pernah bertugas di
Afghanistan mengatakan ingin menembak kaum Muslim yang terlibat dalam
protes sengit di Sydney pada bulan ini.
Walaupun, postingan di FB
hanya sebatas guyonan, namun tetap saja pernyataan tersebut memantik
kecaman dari Muslim di negeri Kangguru.
Seperti diketahui, berbagai Muslim di belahan dunia melakukan aksi protes terkait film anti-Islam, 'Innocence of Muslims' yang isinya menistakan Nabi Muhammad. Kondisi hampir sama juga terjadi di Australia, terutama di Sydney.
Majelis
Islam New South Wales meminta polisi dan Pasukan Pertahanan Australia
untuk mengusut apa yang disebut sebagai komentar-komentar
mengkhawatirkan di media sosial oleh mantan personel pertahanan maupun
yang masih bertugas.
Sejumlah organisasi Muslim, termasuk Majelis Islam New South Wales, telah diberitahu mengenai pesan-pesan di Facebook itu.
Ketua
Majelis, Khaled Sukkarieh, mengatakan, ia mengharapkan komentar di
Facebook itu cuma bualan saja oleh segelintir minoritas personel dan
tidak mencerminkan adanya Islamophobia di lingkungan Pasukan Pertahanan
Australia.
"Kami akan sangat kuatir kalau personel Pasukan
Pertahanan Australia baik yang mantan maupun yang masih bertugas punya
pandangan seperti itu, khususnya kalau mereka pernah bertugas di
negara-negara Islam atau sedang bertugas di negara-negara Islam seperti
Irak atau Afghanistan" bebernya.
Akan tetapi Mayjen purnawirawan
John Cantwell yang pernah bertugas di Afghanistan berpendapat tidak ada
perasaan anti-Muslim. Ia mengatakan tentara Australia tetap mewakili
nilai-nilai yang terbaik masyarakat Australia dalam hubungannya dengan
budaya dan agama lain.
Sementara itu Asosiasi Pertahanan Australia mengatakan dalam pernyataannya kepada ABC,
Kamis (27/9, kalau orang-orang bersangkutan masih bertugas dalam
Pasukan Pertahanan Australia. Terkai hal itu, ia menilai, para tentara
tersebut telah melanggar peraturan mengenai pemakaian sosial media yang
bertanggung jawab.
Selain itu, mereka juga boleh jadi telah
melanggar peraturan lain yakni, tidak mempersulit para tentara di garis
depan dengan mengeluarkan komentar seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar