TRIBUNNEWS.COM SAMBAS,- , seorang remaja putri dan pelajar kelas
satu SLTA di Sambas, AS (17) harus mempertanggungjawabkan perbuatannya
dan mendekam di dalam sel Mapolres Sambas karena tega membunuh anak
lelaki yang baru saja dilahirkan sekitar pukul 23.00 WIB, Rabu
(21/11/2012) di Sajingan Besar.
"Tersangka melakukan perbuatannya di sebuah pondok , yang saat itu
tersangka merasa kesakitan akan melahirkan hasil hubungannya dengan AL.
Kemudian tersangka menuju pondok kebun durian milik orangtuanya di kebun
ditemani adiknya," ujar Kapolres Sambas, AKBP Pahala HM Panjaitan
melalui Kasatreskrim Polres Sambas, AKP Dudung Setiawan kepada wartawan,
Senin (3/12/2012).
Dikatakan, sekitar pukul 21.00 tersangka menyuruh adiknya untuk
pulang. Tidak berapa lama tersangka mengalami kesakitan dan melahirkan
seorang bayi. "Tersangka memutuskan sendiri tali pusar anaknya dengan
menggunakan sebilah parang, karena panik mendengarkan suara tangisan
anaknya dia lalu mendekap mulut anaknya," katanya.
Berdasarkan keterangan tersangka kepada penyidik, tersangka hendak
mengubur anaknya yang baru saja dilahirkan dalam keadaaan bernyawa.
Kemudian tersangka menggendong anaknya menuju ke arah hutan kebun
durian, dan sekitar tujuh meter tersangka jatuh ke tanah dan bayinya
juga terlepas dari gendongan.
Takut anaknya menangis, tersangka kemudian menyayat leher anaknya
hingga tewas. Tak lama kemudian tersangka melihat sorot senter yang
mengarah ke pondok kebun durian.
Tersangka menyimpan bayi yang baru
saja dibunuhnya di semak-semak hutan kebun durian, dan meninggalkannya
kembali ke pondok membersihkan darah sisa melahirkan di pondok. Tak
berapa kemudian, tersangka kembali ke rumah orangtuanya.
Orangtua korban tak mengetahui apa yang telah dilakukan tersangka,
dan menanyakan kondisi tersangka, namun tersangka menjawab tidak terjadi
apa-apa. Tersangka kembali ke semak-semak hutan kebun dengan membawa
kantong plastik dan tas.
Selanjutnya memasukkan mayat bayi yang baru saja dilahirkannya
kedalam kantong plastik, dan memasukkan mayat bayi tersebut ke dalam
tas. Jasad bayinya itu ia kubur di kebun karet yang jauh dari kediaman
orangtuanya.
Kasatreskrim Polres Sambas, AKP Dudung Setiawan mengatakan kasus
pembunuhan ini terkuat berdasarkan informasi yang diberikan warga kepada
pihak kepolisian, dan pihak kepolisian langsung bergerak melakukan
penangkapan terhadap tersangka.
Tersangka dan pacarnya AL dikenakan Pasal 80 ayat 3 UU Perlindungan
Anak dengan ancaman delapan tahun, ditambah karena anaknya sendiri yang
dibunuhnya mendapat tambahan penjara sepertiga lagi. Selain juga
terancam 341 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara atau dikenakan
pasal berlapis. "Untuk pacarnya AL, masih dalam pencarian karena
melarikan diri dan kita masih melakukan pengejaran," katanya.
Ketika Tribun menanyakan ke tersangka di sel Mapolres Sambas, apakah
menyesal telah membunuh anaknya yang baru usai dilahirkan, tersangka
mengangguk mengiyakan bahwa dirinya menyesal.
Tokoh Masyarakat prihatin
Kasus pembunuhan terhadap anak kandung sendiri yang dilakukan pelajar
berinisial AS (17) itu mengundang keprihatinan tokoh masyarakat Sambas,
Bartolomeus.
"Saya memang mendapatkan informasi, kebetulan anak saya juga bertugas
sebagai bidan di perbatasan, saya menanyakan perihal tersebut ke anak
saya dan memang betul telah terjadi kasus tersebut," ujar Bartolomeus
kepada Tribun, Senin (3/12/2012).
Bartolomues menyatakan sangat kasihan pada AS, karena dia tidak punya
ibu lagi. "Ibunya telah meninggal beberapa tahun lalu, sedangkan
ayahnya sibuk mencari nafkah dengan bertukang bahkan jarang pulang ke
rumah dan melihat kondisi anak-anaknya," ujarnya.
Ia mengungkapkan dirinya kenal ayah tersangka. "Dulu ayahnya memang
orang yang dianggap mampu, bahkan dulu ayahnya punya rumah di Sambas.
Namun seiring berjalan waktu dan ekonomi keluarganya merosot ketika
ibunya meninggal. Ayahnya juga jarang berkomunikasi dengan anaknya yang
menjadi tersangka tersebut," katanya.
"Kalau kita melihat kejadian ini, bahwa si anak tersebut panik dimana
ia tidak ada lagi tempat mengadukan masalahnya. Mungkin akan berbeda
kalau ibunya masih hidup, tentunya dia akan mengadu setiap masalah ke
ibu, karena ibu lebih dekat dengan anak-anak, memang seperti itulah
faktor psikologis anak," ujar Bartolomeus.
Menurutnya dengan kepanikan tersebut, akan mengarah anak berbuat
negatif dan tanpa berpikir panjang. "Kalau mengadu ke ayah, mungkin anak
tersebut takut dimarahi atau merasa tidak terlindungi lagi, dimana dia
harus membesarkan anaknya, namun kita harapkan tidak sampai terjadi
pembunuhan seperti itu," katanya.
"Orangtua juga harus sering berkomunikasi dengan anak-anaknya, agar
anaknya merasa dekat. Masyarakat juga berperan penting, karena tidak
mungkin masyarakat tidak tahu atas perkembangan fisik si anak tersebut,"
ujar Bartolomeus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar