TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Bangun pagi, Kamis (19/7/2012), Heri Hapsi dikejutkan dengan sosok tubuh wanita di atap rumah keluarga Woinalang-Waleleng.
Rumah tingkat dua itu letaknya di depan rumah Heri di Lingkungan IV, Kelurahan Tikala Kumaraka, Kecamatan Wenang, Manado.
Heri melihat wanita itu dan belakangan diketahui bernama Rina (35).
Sejurus kemudian, si wanita memberi tanda akan melompat dari ketinggian
atap rumah sekitar 9 meter.
Heri, yang juga menjabat Kepala Lingkungan IV panik. "Waktu itu saya langsung panik," ujarnya.
Puluhan warga pun memadati lorong sempit dekat rumah keluarga
Woinalang-Waleleng. Teriakan agar Rina segera turun berkumandang dari
bapak-bapak dan ibu-ibu yang ada di situ.
Bukannya turun, Rina malah ngotot tetap akan lompat. Dari hanya
menggerak-gerakkan tangan, kali ini ia terlihat mencondongkan tubuhnya
ke arah depan. Melihat itu, Heri coba mengajak Rina bicara.
Perlu waktu sekitar dua jam sejak pukul 06.30 hingga 08.30 Wita untuk
membujuk wanita asal Lamongan, Jawa Timur itu turun. "Saya membujuk dia
untuk diam dan duduk saja," tutur Heri. Setelah Rina diam dan
mengangguk, tangga pun dinaikkan. Seorang warga kemudian membawa Rina
turun.
Rina ditanyai sebelum dibawa ke Polsek Wenang. Dengan perantaraan
seorang warga Lamongan, diketahui bahwa Rina yang kurang cakap berbahasa
Indonesia, bekerja sebagai pembantu rumah tangga di keluarga Dr Abdul
Azis, yang rumahnya tepat berada di samping kiri rumah keluarga
Woinalang-Waleleng.
Rina mengaku sering disiksa majikannya sehingga ia berniat kabur.
Sekitar pukul 03.00 Wita, Kamis (19/7/2012) dia meninggalkan kamar lalu
naik ke atap rumah majikannya lalu perlahan-lahan pindah ke rumah
keluarga Woinalang-Waleleng.
Namun, dia putus asa melihat jarak antara atap dan tanah yang terpaut
9 meter. Dari putus asa itu, kemudian muncul niatnya untuk bunuh diri.
"Saat itu ia begitu takut, karena usaha pelarian gagal. Ia takut
ketahuan majikannya," kata Heri. Pengakuan Rina tentang penyiksaan dari
majikannya dibantah Iif Abdul, putra dokter Abdul Azis.
Menurut Iif yang datang ke Polsek Wenang, ibunya Sheila Monoarfa yang
dituding melakukan pemukulan saat kejadian tidak berada di rumah.
"Ayah dan ibu sedang berada di Makassar, saya sendiri akan
menjemputnya di bandara Samratulangi pukul 14.30 Wita ini (kemarin),"
katanya.
Tentang penyiksaan terhadap Rina, Iif berkata hal itu tidak pernah
terjadi. "Mana mungkin ibu saya yang sudah berusia 60 tahun itu tega
berbuat itu," tuturnya.
Hanya Iif mengakui memang ada masalah dalam berkomunikasi dengan
Rina. Karena kendala bahasa, Rina hanya dapat berbahasa Jawa, ia sering
tidak memahami instruksi yang diberikan.
Selain itu, Rina juga tidak cakap bekerja. "Dia hanya dapat melakukan
pekerjaan kasar seperti mencuci, mengepel dan membersihkan halaman,"
ungkapnya.
Iif mengaku mengambil Rina dari sebuah Yayasan Citra Mandiri di
Surabaya. Ongkos tiket dari Surabaya ke Manado dibiayai keluarganya.
Kepada yayasan itu, ia telah membayar sekitar Rp 3 juta.
Sementara, Kapolsek Wenang Kompol AV Montung menyatakan tengah
menyelidiki kasus tersebut. Dari pemeriksaan sementara terhadap Rina
ditemui bahwa keterangannya bertentangan dengan keadaan sebenarnya.
"Ia menyatakan bahwa semalam ia dipukul oleh Ibu Sheila (majikannya),
kenyataannya yang bersangkutan telah seminggu di Makassar," kata
Montung.
Ia telah mengirim anggota untuk mengecek dan benar Ibu Sheila memang
tidak ada di rumahnya. Untuk sementara, kata Montung, Rina ditampung di
Polsek Wenang karena dia masih takut kembali ke rumah majikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar