Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pada Blog Kami

Minggu, 16 September 2012

Waspada, Pemalsuan Obat Capai 200 Juta Dolar AS

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA - Masyarakat perlu berhat-hati dalam membeli obat, mengingat banyaknya obat palsu yang beredar di pasar.


Yang mencengangkan, kata Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), Widyaretna Buenastuti, obat palsu yang beredar itu, berkisar antara 10-30 persen dari obat yang ditransaksikan.
"Nilainya sampai 200 juta dolar AS dari total pasar farmasi di Tanah AIr," kata Widyaretna.

Hal itu dikemukakan Widyaretna di Nusa Dua, Bali, Sabtu (15/9), menjawab wartawan disela-sela acara Kongres Federasi Asosiasi Farmasi Asia (FAPA). Disebutkannya, nilai pemalsuan obat di Indonesia omset per tahunnya diprediksi menembus angka 200 juta dolar atau 10 persen dari total pasar farmasi di Tanah Air. Perkiraan itu katanya, berdasarkan hasil survei dari sejumlah lembaga dunia yang memiliki perhatian terhadap masalah itu.

"Selain hasil survei, WHO juga memperkirakan market share pemalsuan obat sebesar 10-30 persen," katanya.

Menurut Widyaretna, pemalsuan obat menimbulkan resiko bagi kesehatan masyarakat dan pemakainya dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan bahkan hingga kematian. Karena itu, MIAP mendesak para apoteker bersama-sama memerangi obat palsu yang banyak beredar dan merugikan masyarakat, sebab pemalsuan obat menimbulkan resiko serius bagi kesehatan masyarakat.

"Banyak apoteker berinteraksi ke pasien, sehingga bisa melakukan kampanye pemberantasan antiobat palsu," ujarnya.

Melihat pentingnya peran apoteker, dia memandang perlunya sertifikasi untuk mereka, sehingga bisa memberikan informasi yang baik tentang obat asli. Profesi apoteker juga punya tanggung jawab tidak hanya terbatas pada pengadaan, distribusi atau jual beli, namun bagaimana juga menjaga obat yang dijualnya benar-benar asli dan bukan palsu.

Sementara Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Akmal Taher mengatakan, apoteker merupakan pihak bertanggung jawab untuk menyatakan keaslian sebuah produk obat. "Seperti sebuah apotek menyatakan jika obat yang kami jual adalah asli. Tetapi siapa yang menyatakan keaslian itu tidak lain adalah apoteker," ucapnya.

Berdasarkan penelitian di lapangan terhadap satu resep obat yang dilakukan antara April-Agustus 2012 di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan, menunjukkan semakin banyaknya obat palsu di pasaran. Memang belum ada angka pasti jelas Akmal, namun kisarannya antara 10 sampai 30 persen, yang dijual secara ritel di kota besar tersebut, termasuk apotek dan toko obat.

"Temuan tersebut cukup mengkhawatirkan, sebab ternyata obat palsu tidak hanya ditemukan di saluran tidak resmi, namun juga di apotek meskipun persentasenya kecil," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar