Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pada Blog Kami

Minggu, 16 September 2012

Tangkubanparahu Ditutup, 1.080 Pedagang Menganggur

TRIBUNNEWS.COM - TATAPAN matanya terlihat kosong. Pria bercambang lebat ini pun seolah tak menghiraukan keadaan sekelilingnya.
Padahal ia duduk di antara ratusan orang yang tengah mengikuti kegiatan ekspos soal aktivitas vulkanik Gunung Tangkubanparahu di Kantor Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Eli Hambali nama pria tersebut juga tampak tak berminat mendengarkan penjelasan mengenai aktivitas terkini Gunung Tangkubanparahu yang disampaikan oleh tim Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dan Badan Penanggulangan Bencan Daerah (BPBD) KBB. Ia seolah sudah mengetahui apa yang hendak disampaikan oleh tim yang mewakili pemerintah tersebut.
Kedatangan ayah tiga anak itu ke Kantor Desa Cikole hanya memiliki satu tujuan yaitu berharap agar Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tangkubanparahu kembali dapat dibuka untuk umum. Meski baru mendengar beberapa penjelasan yang disampaikan tim PVMBG, Eli tampak sudah menebak isi penjelasan yang disampaikan ahli gunung api itu, yaitu aktivitas vulkanik Tangkubanparahu masih fluktuatif. Artinya, harapan Eli agar Tangkubanparahu dibuka, semakin tipis.
Susunan bicaranya teratur namun terdengar lirih. Sambil bercerita, sekali-kali ia tertunduk dan kembali menerawang dengan tatapan kosong. "Saya berharap Tangkubanparahu segera dibuka lagi," ujar dia saat ditemui Tribun di Kantor Desa Cikole, Lembang, Jumat (14/9/2012) sore.
Sejak Tangkubanparahu dinyatakan berstatus waspada pada 13 Agustus lalu dan ditutup beberapa hari setelah itu karena aktivitas vulkaniknya yang terus naik, Eli dan sekitar 1.080 pedagang yang biasa berjualan di areal kawah Gunung Tangkubanparahu memang sudah menghentikan aktivitasnya. Selama kurun waktu itu pula, mereka tak memiliki penghasilan tetap.
Bahkan sejak tak lagi berjualan karena Tangkubanparahu ditutup, ujar Eli, untuk menghidupi tiga orang anaknya, diaharus meminjam uang kepada kerabat atau ngutang ke warung di kampungnya. Hal itu terpaksa dia lakukan mengingat pundi-pundi tabungannya selama ini sudah tak bersisa lagi.
Meski baru ditutup resmi setelah statusnya waspada, sebenarnya para pedagang sudah tak berjualan sejak bulan Ramadan karena sepi pengunjung.
"Kalau dihitung-hitung mungkin sudah sebulan lebih kami tak bisa jualan. Untuk makan sehari-hari karena sudah tak punya uang, saya sampe ngutang dulu ke warung," kata Eli yang biasa berdagang berbagai souvenir Tangkubanparahu di areal kawah.
Eli sangat mengharapkan agar Tangkubanparahu kembali dibuka agar dirinya dan para pedagang lainnya dapat kembali berjualan. Meski demikian, ia mengaku akan tetap patuh dan taat terhadap apa pun yang direkomendasikan pemerintah melalui PVMBG maupun BPBD.
Pedagang lainnya, Neneng (38), menyatakan hal senada. Wanita berkerudung itu terlihat sangat antusias saat melihat rekannya sesama pedagang menyampaikan aspirasi kepada pihak PVMBG soal keinginan para pedagang agar Tangkubanparahu kembali dibuka secepatnya untuk umum.
"Sejak ditutup kami tak lagi punya penghasilan. Apalagi hampir sebagian masyarakat Cikole sangat menggantungkan hidupnya kepada wisata Tangkubanparahu," kata Neneng.
Dampak penutupan TWA Gunung Tangkubanparahu juga dirasakan oleh pengelola hotel dan pengelola toko oleh-oleh.
Direktur Utama PT Graha Rani Putra Persada (GRPP), Putra Kaban, selaku pengelola TWA Tangkubanparahu bahkan sampai memohon-mohon kepada PVMBG untuk mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkan oleh penutupan Tangkubanparahu. Kaban meminta pemerintah juga harus memperhatikan nasib pedagang dan masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya di taman wisata Tangkubanparahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar