Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pada Blog Kami

Jumat, 09 Desember 2011

Ibu-ibu Keluhkan Mahalnya Biaya Cerai





TRIBUNNEWS.COM, MEMPAWAH - Ketua Serikat Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) Kalimantan Barat, Yunida, mengatakan sembilan dari 10 janda tidak dapat mengakses Pengadilan Agama untuk mengurus perceraian. Mereka terbentur mahalnya biaya perkara dan transportasi ke Pengadilan.

"Ini dikarenakan tingginya biaya perkara perceraian, dan biaya transportasi ke pengadilan. Sebanyak 88 persen Pekka, berkeinginan memperoleh perceraian yang sah jika biaya perkara dibebaskan," kata Yunida pada dialog Pekka dengan
Pemkab dan Pengadilan Agama Mempawah, Kamis (8/12).
Masyarakat pedesaan terhambat tingginya biaya transportasi ke Pengadilan Agama. Khususnya masyarakat miskin yang bertempat tinggal jauh dari Pengadilan.
Yunida menyebutkan, berdasarkan hasil survei dari 264 kasus perceraian di Kalimantan Barat, 78 persen dikarenakan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). "Yang lebih menyedihkan lagi, tanggungan pendidikan perempuan Pekka berada jauh dari standar nasional," tuturnya.
Dalam dialog tersebut, Yunida menceritakan tingginya biaya perkara perceraian di tingkat Pengadilan Agama yang mencapai Rp 789.666 bahkan lebih. Dari hasil survel Pekka, angka tersebut empat kali lebih besar per kapita per bulan seseorang, yang hidup di bawah garis kemiskinan Indonesia.
Sedangkan di Pengadilan Negeri per perkara Rp 2,05 juta. Atau sepuluh kali lipat per kapita seorang yang hidup di bawah garis kemiskinan indonesia. Angka tersebut diatasi dengan tidak menggunakan pengacara.
Dialog dihadiri Sekda Kabupaten Pontianak, Perwakilan Disdukcapil, Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Kejaksaan, Kemenag, dan para lembaga instansi terkait.Di sisi yang lain, Sekda Kabupaten Pontianak, lebih cendrung mendukung apabila biaya perceraian lebih mahal dibanding biaya pernikahan.
"Biaya perkara perceraian harus lebih mahal, tujuannya untuk menahan supaya pasangan suami istri tak gampang cerai. Cerai dalam hukum memang dibenarkan, tapi dari segi agama perceraian dibenci Allah," kata Gusti Ramlana, saat memberi paparan dalam dialog tersebut.
Perceraian menurut dia meskipun seperti perkara sepele, dilakukan banyak orang tapi perlu diseriusi. Karena dampaknya tidak hanya kepada suami istri, melainkan juga kepada anak.
Yunida menjelaskan bahwa Pekka merupakan suatu lembaga pendamping, mendampingi kaum hawa untuk mengurus perkara, baik perkara perceraian, hukum, akte lahir, dan permasalahan lainnya. Setelah ini akan disampaikan ke bawah, oleh kader yang ikut dalam dialog ini.
Pekka di Kalbar berdiri sejak tahun 2003, hingga saat ini sudah terbentuk cabang di tiga daerah, Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Pontianak, dengan jumlah anggota 990 anggota. Meliputi 98 orang di Kota Pontianak, 771 anggota di Kabupaten Kubu Raya dan 121 orang di Kabupaten Pontianak.
Tak hanya pendampingan, Pekka, juga mempunyai pemberdayaan perekonomian untuk membantu para Pekka, membuka usaha rumah tangga, dengan pemberdayaan ekonomi mikro.
"Kita juga ada pengembangan perekonomian, mereka, perempuan kepala keluarga ini, juga ada pemberdayaan dibidang ekonomi mikro, sehingga mereka bisa berusaha," jelas Yunida. (din)

Editor: Prawira Maulana  |  Sumber: Tribun Pontianak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar