Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pada Blog Kami

Kamis, 17 November 2011

Anggota Polisi Dilaporkan Rekayasa Kasus Pencabulan





TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Anggota Polres Simalungun, Briptu Hanafi dilaporkan ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Sumut sesuai LP Nomor STPL/182/XI/2011 tanggal 16 November 2011 oleh Henny Eka Wati Haloho (24).

Warga Dusun Durian Buttu, Kelurahan Sambosar Raya, Kecamatan Raya Kahean, Simalungun itu mengadukan Briptu Hanafi karena diduga telah merekayasa kasus pencabulan dengan menjadikan suami ibu satu anak tersebut sebagai tersangka.
Dalam laporan yang diterima Subbag Pelayanan Pengaduan (Yanduan) dan ditandatangani Brigpol Hendra Wahyudi tersebut, dijelaskan, Henny Eka Wati Haloho melapor karena keberatan suaminya dijadikan tersangka atas tuduhan yang tidak pernah dilakukannya (pencabulan dimasa kecil) dan terlapor (Briptu Hanafi) membuat surat perdamaian dan surat pencabutan pengaduan yang isinya tidak sesuai atau yang dikonsepnya dibuat sebagai barter penyelesaian kasus dan penyerahan harta warisan.
Berdasarkan laporan itu, Briptu Hanafi dianggap telah melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat Negara, pemerintah atau Kepolisian RI sebagaimana dimaksud pasal 5 huruf a PP RI No 2 tahun 2003.
Henny menceritakan, kasus yang dilaporkan terhadap suaminya itu oleh Jarpen Saragih (masih keluarga), adalah suaminya, Sudarto Purba (26) melakukan pencabulan ketika usia 8 tahun terhadap dua wanita yang masih saudaranya, yakni Elidawati Br Purba saat usia 3 tahun dan Juliani Br Purba saat usia 2 tahun (kini Elidawati berusia 22 tahun dan Juliani usia 19 tahun).
Anehnya, walau pengakuan suaminya Sudarto Purba, hal itu tidak dilakukannya, namun Laporan Jerpan Saragih terhadap suaminya tertanggal 1 Maret 2011, ditindaklanjuti penyidik dan kini suaminya dituntut 14 tahun penjara oleh JPU Kejaksaan Simalungun.
"Pada saat itu lah terjadi tekanan dan rekayasa berbagai hal oleh polisi. Suami saya dipaksa menandatangani surat perdamaian yang isinya terkait penyerahan harta warisan. Suami saya disuruh oleh penyidik itu (Hanafi) menandatanganinya 'udah nggak papanya itu, yang penting kalian bisa bebas, lagian perkara kalian ini perkara masih anak-anak, nggak mungkin bisa naik ke pengadilan karena sudah kadaluarsa," demikian diceritakan Henny menirukan perkataan Briptu Hanafi kepada suaminya.
Namun, sesuai pepatah 'untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak', setelah ditandatangani surat perjanjian itu, ternyata kasusnya tetap dilanjutkan sampai saat ini.
"Nggak pantas suami saya dituntut 14 tahun, saya mohon Kapolda turun melihat kasus ini. Kasihan anak saya masih kecil ini," katanya sambil menggendong buah hatinya, Rabu (16/11) di Gedung Propam Polda Sumut.
Sementara, Marlon Purba, Ketua Dewan Pembina Pergerakan Indonesia (PI) selaku kuasa pendamping Henny meminta Kapolda Sumut Irjen Wisjnu Amat Sastro menjadikan kasus ini sebagai atensi, karena perbuatan Briptu Hanafi telah menyakiti hati rakyat dan mencoreng nama institusi Polri.
"Kita minta Pak Kapolda supaya memperhatikan kasus ini. Panggil terlapor secepatnya, karena perbuatannya telah membuat rakyat menderita," kata Marlon. (Feriansyah/Tribun-medan.com)

Editor: Prawira Maulana  |  Sumber: Tribun Medan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar