TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Sekolah swasta di Kota
Bandung pada pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2012 ini
mengalami penurunan jumlah siswa hingga 80 persen. Penyebabnya diduga
karena sekolah negeri menambah jumlah siswa tiap rombongan kelas serta
menambah jumlah rombongan kelas.
Meski begitu, beberapa sekolah
negeri mengaku tidak ada penambahan kuota. Kalau ada sekolah swasta yang
kekurangan siswa, harus disikapi positif agar sekolah tersebut bisa
meningkatkan kualitas untuk memberikan kepercayaan masyarakat.
Wakil
Manajemen Mutu SMAN 3 Bandung, Firmansyah Noor mengatakan, pada PPDB
tahun ini SMAN 3 menerima kuota siswa baru sama dengan tahun lalu yakni
dengan jumlah delapan kelas melalui jalur nonakademis serta satu kelas
dari jalur NEM dan Jalur Prestasi.
"SMAN 3 total menerima 9 kelas,
dan masing-masing rombel (rombongan kelas) hanya 32 siswa. Sama seperti
tahun lalu, tidak ada penambahan kelas atau tambahan kuota," katanya
saat dihubungi melalui telepon, Rabu (11/7/2012).
Kepala SMAN 12
Bandung, Hartono juga mengatakan di sekolahnya jumlah kelas tetap atau
sama seperti PPDB tahun lalu. Hanya saja, kata Hartono, dalam satu
rombel terdapat 38- 40 kelas. Jumlah tersebut sebagai bentuk apresiasi
SMAN 12 Bandung terhadap animo masyarakat yang cukup besar saat
mendaftar ke SMA tersebut.
"Animo masyarakat sangat besar, dan
kami harus mengakomodir. Kuota sama (dengan tahun lalu). Ini (animo
masyarakat) seharusnya jadi cermin bagi swasta untuk peningkatan
kualitas. Bagaimana agar kepercayaan masyarakat meningkat," katanya saat
dihubungi melalui telepon, kemarin.
Menurutnya, cukup banyak
sekolah swasta yang sudah memenuhi target, bahkan sebelum pendaftaran
selesai. Hal tersebut menandakan bahwa sekolah swasta ini masih mendapat
kepercayaan dari masyarakat. Kondisi sejumlah sekolah swasta yang
kekurangan siswa bisa diambil sisi positifnya untuk meningkatkan
kualitas seperti peningkatan pembelajaran, sumber daya manusianya, serta
sarana dan prasarana pendukung.
"Peningkatan kualitas itu perlu,
sekolah swasta harus berdaya untuk mengimbangi sekolah negeri, agar
masyarakat juga percaya. Bisa dilihat, banyak sekolah swasta yang sudah
tutup pendaftaran, padahal pendaftaran belum selesai. Ini karena masih
banyak masyarakat yang percaya pada kualitas sekolah tersebut," katanya.
Ia
juga menambahkan, ke depannya bagaimana mencari solusi yang terbaik
untuk keberadaan sekolah. Masyarakat, sekolah serta Dinas Pendidikan
mencari benang merah dari persoalan yang ada. Dicontohkan bisa saja
dengan mengubah cara rekrutmen siswa baru, dengan penerimaan melalui tes
namun dilakukan oleh pihak lain untuk menjaga akuntabilitas. "Marilah
sama-sama membangun agar pendidikan semakin baik," katanya.
Soal
kualitas sekolah swasta yang tidak kalah dengan negeri juga diungkapkan
orang tua siswa. Trisuwarni (38), warga Suralaya, Kecamatan Arcamanik,
memilih memasukkan semua anaknya ke sekolah swasta. Pilihan tersebut
bukan karena nilai anaknya tidak dapat masuk bila mendaftar di sekolah
negeri, namun ia menilai sekolah swasta tidak kalah bagus dibanding
sekolah negeri. Bahkan dalam beberapa hal sekolah swasta justru lebih
baik dari sekolah negeri.
"Banyak alasan kenapa saya pilih sekolah
swasta, salah satunya karena saya melihat orang tua yang anaknya
sekolah di negeri banyak yang mengeluh, katanya gratis tapi
ujung-ujungnya duit. Memang tidak ada biaya SPP karena ada dana BOS,
tapi yang pretal- pretil (kecil-kecil), ada saja siswa harus
mengeluarkan biaya, ada sesuatu yang komersial lah," kata ibu tiga anak
itu ditemui di sebuah sekolah swasta di Bandung Timur ini.
Alasan
lain, ujarnya, ia justru melihat guru-guru di sekolah swasta benar-benar
mencintai pendidikan. Mereka lebih perhatian terhadap anak didik.
Karena baginya, sekolah bukan sekadar mencari ilmu atau menitipkan anak,
tapi bagaimana anak bisa melanjutkan pendidikan yang sudah didapatnya
di rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar