REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sebentar lagi warga New York, Amerika
Serikat, tidak akan bisa memesan minuman manis ukuran besar di restoran.
Wali Kota New York, Michael Bloomberg, mengusulkan larangan secara luas
penjualan minuman manis di berbagai restoran, kios makanan bergerak,
bioskop dan toko makanan.
Dalam proposalnya, pemerintah New York
mengatakan larangan itu bertujuan memerangi obesitas. Mengutip statistik
kesehatan masyarakat, 58 persen orang dewasa di New York dan hampir 40
persen siswa sekolah mengalami obesitas atau kelebihan berat badan.
Minuman
manis di sini artinya minuman yang diberi pemanis gula atau pemanis
berkalori yang mengandung lebih dari 25 kalori dalam delapan ons cairan.
Cairan juga mengandung kurang dari 51 persen susu atau pengganti susu.
Sehingga, minuman yang akan dilarang adalah minuman dalam kemasan lebih
besar dari 16 ons atau sekitar 1,5 liter. Hal ini tidak akan berdampak
pada penjualan diet soda, jus buah, minuman alkohol, dan minuman dengan
bahan dasar susu.
Amerika mengkonsumsi 200 sampai 300 lebih
banyak kalori setiap hari dibandingkan 30 tahun lalu, menurut analisis
pemerintahan New York. Meskipun kerap disebut sebagai pengasuh kebijakan
yang cukup kontroversial, Bloomberg terus mempromosikan gaya hidup
sehat. Hal itu termasuk kebijakan mengurangi konsumsi garam, larangan
penggunaan lemak trans dalam makanan restoran, dan syarat restoran
waralaba yang harus menampilkan jumlah kalori.
Warga New York
juga dilarang merokok di bar dan restoran sejak 2003. Keputusan tersebut
kontan menuai protes dari perokok. Mereka yang tidak merokok juga
memprotes karena merasa pemerintah terlalu ikut campur urusan pribadi
warganya. Namun, peraturan tersebut kemudian diterima secara luas.
Bahkan, dijadikan contoh bagi kota-kota lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar