TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usai melantik menteri baru hasil reshuffle, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menguraikan panjang lebar kebijakan yang akan dilakukan pemerintahannya. SBY membagi menjadi dua topik yaitu, isu umum dan khusus.
Di antara isu umum tersebut yaitu soal kebocoran anggaran serta tindak pidana korupsi. Presiden mengakui masih terjadi penggunaan uang negara yang belum optial dan tidak tepat sasaran.
"Jumlah APBN dan APBD kita terus meningkat secara signifikan, ini terjadi karena ekonomi kita memang terus tumbuh. Saya menilai masih banyak penggunaan dana APBN dan APBD yang belum optimal dan belum tepat sasaran," kata Presiden di depan jajaran Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/10).
Selain itu, juga masih terjadi praktik korupsi yang melibatkan oknum pemerintah pusat, daerah, dan juga anggota parlemen. SBY kemudian menyoroti pembangunan fasilitas pejabat di daerah yang terlalu mewah dan mahal.
"Proses pengalokasian APBN dan APBD masih ada yang tidak transparan dan kurang akuntabel, dan boleh dikatakan berbau kolusi atau korupsi. Ini evaluasi saya," ujarnya. Untuk itu, Presiden menginstruksikan jajaran pemerintah untuk membenahi perencanaan dan implementasi APBN/APBD.
Selanjutnya SBY mengajak jajaran DPR mencegah terjadinya lobi-lobi tidak transparan antara unsur pemerintah pusat maupun daerah dan unsur parlemen. "Saya juga meminta aparat penegak hukum melakukan pengawasan, pencegahan, dan penindakan yang efektif. Saya mengundang dan saya mengajak BPK, BPKP, KPK, PPATK, polisi ,dan jaksa untuk bersama-sama menjaga keselamatan uang negara ini," katanya.
Presiden menegaskan agar pemberantasan korupsi dilakukan tanpa pandang bulu. "Apakah mereka dari unsur eksekutif, legislatif, dan yudikatif, apapun, yang ada di pusat maupun daerah. Apapun parpol asal dari para pejabat itu, di hadapan hukum sama," kata SBY.
Ia berharap lembaga penegak hukum bisa steril dari tindak pidana korupsi dan terus bekerja secara serius. SBY mengeluh sering menjadi pihak yang disalahkan karena izin pemeriksaan pejabat daerah terlambat diterbitkan. Padahal, izin pemeriksaan tersebut seringkali tidak sampai ke mejanya.
Stelah dilakukan pengecekan ke kejaksaan maupun kepolisian, izin tersebut ternyata tidak ada. "Ini saya minta perhatian serius. Bisa saja ada permainan di tingkat lokal," ujarnya.
Pemborosan BUMN
Di sisi lain SBY bertekad meneruskan penataan lembaga pemerintahan nonkementerian dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia menyebut 141 BUMN belum mendatangkan keuntungan optimal bagi negara dibandingkan biaya operasional.
Biaya operasional yang dikeluarkan 141 BUMN mencapai Rp 1.075 triliun setiap tahun, sedangkan belanja modal Rp 210 triliun. "Angka itu hampir pasti ada yang salah dan ada pemborosan penggunaan uang BUMN yang mayoritas dimiliki negara," ujarnya.
Menurutnya, yang harus dilakukan di antaranya menghentikan biaya tinggi dalam jajaran BUMN karena selain tidak adil juga bisa membahayakan perekonomian nasional. Apalagi, saat ini dunia sedang mengalami krisis keuangan akibat budaya korporat yang tidak sehat.
Unjuk rasa di berbagai belahan dunia menyoroti gaya hidup dan budaya korporat. "Akhirnya rakyat yang menjadi korban. Saya serius untuk benar-benar kita membenahi, membikin semakin baik kinerja dan juga efisiensi serta daya saing jajaran BUMN di negeri ini," kata Presiden.
Mengenai isu khusus, SBY menunjuk tujuh hal yaitu:
* Rekayasa kasus Bank Century dan kasus Antasari Azhar
* Kontrak kerja sama RI dengan perusahaan asing.
* Kebijakan khusus untuk Papua dan Aceh
* Percepatan pembangunan kawasan Timur Indonesia dan daerah tertinggal
* Bisnis pertambangan, termasuk batu bara
* Tanah untuk kepentingan umum
* Keselamatan dan manajemen transportasi
Menyangkut isu rekayasa kasus Bank Century dan kasus Antasari Azhar, SBY minta agar aparat penegak hukum menjelaskan segamblang-gamblangnya kepada masyarakat. "Kita memerlukan kebenaran dan kejelasan. Mari mencegah syakwasangka di negeri ini," katanya.
SBY minta agar masalah hukum tidak dicampuraduk dengan masalah politik. "Politik ya politik, hukum ya hukum. Jauhkan negeri ini dari sikap saling curiga. Rakyat ingin tahu duduk persoalannya," tambahnya. (tribunnews/aco)
Di antara isu umum tersebut yaitu soal kebocoran anggaran serta tindak pidana korupsi. Presiden mengakui masih terjadi penggunaan uang negara yang belum optial dan tidak tepat sasaran.
"Jumlah APBN dan APBD kita terus meningkat secara signifikan, ini terjadi karena ekonomi kita memang terus tumbuh. Saya menilai masih banyak penggunaan dana APBN dan APBD yang belum optimal dan belum tepat sasaran," kata Presiden di depan jajaran Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/10).
Selain itu, juga masih terjadi praktik korupsi yang melibatkan oknum pemerintah pusat, daerah, dan juga anggota parlemen. SBY kemudian menyoroti pembangunan fasilitas pejabat di daerah yang terlalu mewah dan mahal.
"Proses pengalokasian APBN dan APBD masih ada yang tidak transparan dan kurang akuntabel, dan boleh dikatakan berbau kolusi atau korupsi. Ini evaluasi saya," ujarnya. Untuk itu, Presiden menginstruksikan jajaran pemerintah untuk membenahi perencanaan dan implementasi APBN/APBD.
Selanjutnya SBY mengajak jajaran DPR mencegah terjadinya lobi-lobi tidak transparan antara unsur pemerintah pusat maupun daerah dan unsur parlemen. "Saya juga meminta aparat penegak hukum melakukan pengawasan, pencegahan, dan penindakan yang efektif. Saya mengundang dan saya mengajak BPK, BPKP, KPK, PPATK, polisi ,dan jaksa untuk bersama-sama menjaga keselamatan uang negara ini," katanya.
Presiden menegaskan agar pemberantasan korupsi dilakukan tanpa pandang bulu. "Apakah mereka dari unsur eksekutif, legislatif, dan yudikatif, apapun, yang ada di pusat maupun daerah. Apapun parpol asal dari para pejabat itu, di hadapan hukum sama," kata SBY.
Ia berharap lembaga penegak hukum bisa steril dari tindak pidana korupsi dan terus bekerja secara serius. SBY mengeluh sering menjadi pihak yang disalahkan karena izin pemeriksaan pejabat daerah terlambat diterbitkan. Padahal, izin pemeriksaan tersebut seringkali tidak sampai ke mejanya.
Stelah dilakukan pengecekan ke kejaksaan maupun kepolisian, izin tersebut ternyata tidak ada. "Ini saya minta perhatian serius. Bisa saja ada permainan di tingkat lokal," ujarnya.
Pemborosan BUMN
Di sisi lain SBY bertekad meneruskan penataan lembaga pemerintahan nonkementerian dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia menyebut 141 BUMN belum mendatangkan keuntungan optimal bagi negara dibandingkan biaya operasional.
Biaya operasional yang dikeluarkan 141 BUMN mencapai Rp 1.075 triliun setiap tahun, sedangkan belanja modal Rp 210 triliun. "Angka itu hampir pasti ada yang salah dan ada pemborosan penggunaan uang BUMN yang mayoritas dimiliki negara," ujarnya.
Menurutnya, yang harus dilakukan di antaranya menghentikan biaya tinggi dalam jajaran BUMN karena selain tidak adil juga bisa membahayakan perekonomian nasional. Apalagi, saat ini dunia sedang mengalami krisis keuangan akibat budaya korporat yang tidak sehat.
Unjuk rasa di berbagai belahan dunia menyoroti gaya hidup dan budaya korporat. "Akhirnya rakyat yang menjadi korban. Saya serius untuk benar-benar kita membenahi, membikin semakin baik kinerja dan juga efisiensi serta daya saing jajaran BUMN di negeri ini," kata Presiden.
Mengenai isu khusus, SBY menunjuk tujuh hal yaitu:
* Rekayasa kasus Bank Century dan kasus Antasari Azhar
* Kontrak kerja sama RI dengan perusahaan asing.
* Kebijakan khusus untuk Papua dan Aceh
* Percepatan pembangunan kawasan Timur Indonesia dan daerah tertinggal
* Bisnis pertambangan, termasuk batu bara
* Tanah untuk kepentingan umum
* Keselamatan dan manajemen transportasi
Menyangkut isu rekayasa kasus Bank Century dan kasus Antasari Azhar, SBY minta agar aparat penegak hukum menjelaskan segamblang-gamblangnya kepada masyarakat. "Kita memerlukan kebenaran dan kejelasan. Mari mencegah syakwasangka di negeri ini," katanya.
SBY minta agar masalah hukum tidak dicampuraduk dengan masalah politik. "Politik ya politik, hukum ya hukum. Jauhkan negeri ini dari sikap saling curiga. Rakyat ingin tahu duduk persoalannya," tambahnya. (tribunnews/aco)
Editor: Prawira Maulana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar