Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pada Blog Kami

Senin, 11 Juni 2012

Kohl-Rabin Awali Kesepakatan Kapal Selam Israel

REPUBLIKA.CO.ID, Dua sosok yang berpengaruh melontarkan Israel dalam lingkaran kekuatan kapal selam modern ialah Helmut Kohl dan Yitzhak Rabin. Ayah Rabin ikut berperang dalam Perang Dunia II sebagai relawan dalam Legiun Yahudi di pasukan Inggris.


Rabin sendiri memimpin tentara Israel menuju kemenangan, sebagai komandan pasukan gabungan, Pertempuran Enam Hari 1967. Pada 1984, ia kembali masuk kabinet sebagai menteri pertahanan, setelah sebelumnya ia menjadi perdana menteri pada pertengahan 1960-an.

Rabin paham, bahwa pemerintah Jerman di Bonn baru saja mengesahkan 'prinsip politik baru' dalam ekspor senjata, tepatnya 1982. Menurut kebijakan baru itu, penjualan senjata tidak 'boleh berkontribusi dalam peningkatan ketegangan yang telah ada.

Pasal karet itu akhirnya memungkinan pengiriman kapal selam Jerman ke Israel, ditambah kombinasi pernyataan terkenal yang dibuat oleh mantan Menteri Luar Negeri, Hans-Dietrich Genscher. "Apa pun yang mengapung, OK". Alasannya karena pemerintah umumnya tak menggunakan kapal perang untuk menindas demonstrasi atau pasukan oposisi.

Setelah Perang Dunia II, Sekutu melarang Jerman membuat kapal selam besar. Alhasil,  pemasok angkatan laut Jerman, Howaldstwerke-Deustce Werf AG (HDW), yang terletak di utara pelabuhan Kiel, harus mengubah fokus kepada kapal lebih kecil dengan kemampuan manuver lebih tinggi yang juga bisa beroperasi di Baltic dan Laut Utara.

Israel tertarik terhadap kapak-kapal yang juga bisa bernavigasi di perairang dangkal, seperti di lepas pantai Libanon, di mana mereka bisa mengandalkan periskop, mendengarkan komunikasi radio dan membandingkan suara-suara baling-baling kapal dengan database kapal. Israel rupanya mendapat penawaran dari Amerika Serikat, Inggris dan Belanda. Namun kapal-kapal Jerman dianggap yang terbaik.

Beberapa pekan setelah Tembok Berlin runtuh pada 1989, pemerintah Jerman yang praktis tak mendapat perhatian publik, memberi lampu hijau terhadap pembuatan dua kapal selam kelas Dolphin sebanyak tiga unit.

Kesepakatan strategis dalam abad tersebut hampir saja gagal. Meski Jerman setuju membayar bagian dari biaya pembuatan, perjanjian itu secara gamblang tidak memasukkan sistem persenjataan--bagian yang mestinya dipasok oleh AS. Sementara Isral yang baru saja memilih pemerintahan baru, terpecah dalam soal pembayaran investasi tersebut.

Satu hari di musim dingin 1994, pesawat Angkatan Udara Israel mendarat di Bandara Cologne-Bonn, dalam pangkalan militer. Penumpang saat itu ingin mendiskusikan masa depan Israel dan Timur Tengah,

Dalam pesawat ada tiga penumpang inti yakni Perdana Menteri Yitzhak Rabik, penasihat keamanan nasional , lalu kepala Mossad, Shabtai Shawiv. Delegasi kecil itu diantar ke kediaman kanselor, di mana Kohl sudah menunggu dengan penasihat politiknya, Joachim BItterlich dan kordinator intelijen, Bernd Schmidbauer.

Pada Malam itu, PM Israel meminta kapal selam ketiga kepada Jerman dan secara spontan, Kohl menyetujui. Sekitar tengah malam, Rabin kembali ke Airport.

Beberapa bulan setelah pertemuan rahasia di Bonn, kontrak untuk kapal selam ketiga, Tekumah, diteken pada Februari 1998. Jerman patungan dengan bagian 220 juta deutsche mark saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar