Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pada Blog Kami

Senin, 11 Juni 2012

Kisruh DPT Sengaja Dibuat, Diduga 'Incumbent' Berperan


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisruh Daftar Pemilih Tetap(DPT) pilkada DKI Jakarta yang memanas belakangan ini disinyalir sengaja dilakukan.
Alasannya,DPT yang kisruh memungkinkan masuknya 'ghost voter' sehingga ada kandidat gubernur DKI Jakarta yang diuntungkan.
"Kisruh DPT itu modus alias didesain, karena DPT yang kisruh memungkinkan masuknya 'ghost voter',sehingga pasti akan ada kandidat yang diuntungkan," kata Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Gun-Gun Heryanto kepada Tribunnews.com, Minggu(10/6/2012) malam.
Gun-Gun melihat pihak yang berpotensi memunculkan kisruh DPT adalah kubu calon gubernur petahana(incumbent). Karena kata Gun-Gun mereka memiliki akses data dan jalur birokrasi yang menentukan adanya Daftar Pemilih Sementara(DPS) sebagai bahan menjadi DPT.
"Yang paling berpotensi memang biasanya kubu incumbent. Meskipun setiap kasus kekisuruhan DPT memerlukan verifikasi sehingga asumsi dasar, kandidat incumbent atau yang diusungnya menikmati kekisruhan DPT perlu dibuktikan. Hanya saja memang kubu incumbent punya peluang sekaligus akses atas data-data dan jalur birokrasi yang menentukan adanya DPS sebagai bahan menjadi DPT," katanya.
Kekisruhan DPT ini dilihat Gun-Gun kerap menjadi modus 'kejahatan' pemilu yang secara substansial memang tidak bisa ditolerir lagi.
Seharusnya kalau memang tidak menginginkan dan yakin benar DPT itu kisruh, lanjut Gun-Gun maka harus ada keberanian menekan atau bahkan memboikot tahapan selanjutnya dalam pemilu sebelum masalah terselesaikan.
"Hanya saja, data dan fakta yang dimiliki oleh para kontestan dan menganggap DPT itu kacau, harus benar-benar 'base on' data bukan isu murahan," jelasnya.
Direktur The Political Literacy Institute ini menjelaskan, anatomi konflik pemilu memang banyak dimulai dari 4 titik, yakni penetapan DPT, tahapan kampanye terutama saat kampanye terbuka, tahap penentuan pemenang dan tahap sengketa pemilu.
"Dengan demikian, kekisruhan DPT ini menjadi tahap awal dari rangkaian panjang konflik Pemilu," katanya.
Untuk itulah, menurut Gun-Gun KPU diminta bekerja profesional sekaligus imparsial dalam menetapkan DPT. Jangan nantinya DPS bermasalah secara terburu-buru ditetapkan, sehingga menguntungkan kandidat tertentu.
Sebab, jika kesalahan elementer dalam DPT terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin KPU akan dianggap sebagai 'alat' pemenangan kandidat tertentu. Kesalahan elementer itu seperti NIK ganda, memaksakan suara pada orang yang tidak berhak memilih dan lain-lain.
"KPU itu lembaga independen bukan instrumen timses kandidat," tegasnya.
Tidak hanya KPU, kekisruhan DPT itu juga harus diantisipasi oleh para kandidat yang bertarung. Artinya dari fase DPS ke DPT selalu ada waktu untuk memverifikasi dan memvalidasi. Jika ternyata ditemukan data otentik dan valid ada potensi 'ghost voter' dalam DPT, sebaiknya para kandidat yang bertarung, bersuara lantang, dan membukanya ke publik termasuk mengambil langkah-langkah hukum.
"Jangan sampai, mereka hanya menciptakan 'bubble politic' dengan meramaikan kekisruhan DPT, tetapi tetap mengikuti tahapan-tahapan pemilu itu. Baru, stelah mereka kalah, menjadikan DPT sebagai kartu truf untuk mendelegitimasi pihak yang menang dengan menjadikan DPT sebagai senjata pamungkas. Ini juga menurut saya tidak fair," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar