Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pada Blog Kami

Rabu, 28 September 2011

Korban Bom Solo Masih Trauma Lihat Lampu Berkedip


TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Tragedi bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, Jateng, selain menyisakan luka fisik juga meninggalkan trauma mendalam bagi korban. Itulah yang dialami oleh, Septi Roida (22).

Selain mengalami luka pada dua kaki,  ia  juga merasakan trauma pascakejadian yang terjadi pada Minggu (25/9/2011) siang tersebut. Septi kini masih dirawat di Bangsal Seruni A4, Rumah Sakit dr Oen Solo.
"Saya masih ketakutan kalau melihat benda yang bercahaya, lampu, alat-alat listrik dan lampu yang berkedip," akunya kepada Tribun Jogja, di ruang perawatannya, Selasa (27/9/2011).
Kejadian peledakan bom tersebut cukup membuatnya terguncang. Karena sejak ia tinggal di Solo selama empat tahun,  suasana kota sangat kondusif. "Saya sudah empat tahun di Solo, aman-aman saja. Begitu ada kejadian kemarin tentu sangat mengguncang saya," ujarnya.
Detail kejadian ledakan pun masih berbekas kuat pada ingatan perempuan asal Jakarta ini. "Saat ledakan, saya langsung lari, dan kaki saya terasa berat digerakkan. Ketika saya lihat ternyata sudah penuh darah," kisahnya.
Septi menjadi satu di antara sekian banyak jemaat yang terdekat dengan pelaku bom. Logam yang terlontar dari bom menembus betis kanannya, sedangkan kaki kirinya terluka terkena logam panas. Saking dekatnya Septi dengan sumber ledakan, dua hari setelah ledakan telinganya masih berdengung.
Septi harus menjalani operasi untuk memperbaiki jaringan otot kakinya yang terkoyak akibat ledakan tersebut. "Hasil foto rontgen, tidak ada serpihan logam yang tertinggal di kaki saya," tambahnya.
Kini ia harus menjalani terapi motorik untuk melatih kekuatan gerak kedua kakinya. Hanya,  hingga sekarang belum ada penanganan psikologis dari tim dokter terhadap diri Septi untuk menghilangkan atau mengurangi rasa traumanya.
Trauma sama dirasakan korban lain, yakni Ferdianta Sembiring, yang hingga kini sulit melupakan kejadian bom bunuh diri tersebut. "Kejadian itu masih terbayang-bayang terus. Saya ingat betul wajah pengebom yang tewas di depan saya," tuturnya.
Ferdianta  sudah dioperasi untuk mengangkat logam yang bersarang di lengan kanannya. Ia mengaku masih merasa takut jika harus mengikuti kebaktian lagi di GBIS Kepunton dalam waktu dekat.
Diwawancara terpisah, Manajer Umum RS dr Oen Solo, William Tanoyo, menjelaskan, tim dokter bentukan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo telah menyertakan psikolog dalam tim dokter yang menangani korban bom Kepunton. Ia mengakui beberapa pasien korban bom mengalami trauma psikis dan harus ditangani khusus oleh psikolog. "Jika ada keluhan, akan langsung kami tangani. Kapan pun diperlukan," tegasnya.
Ia juga menjelaskan, ada seorang pasien yang harus  menjalani operasi ulang, yakni Restiono,  karena masih terdapat benda asing yang harus diambil dari tubuh korban. "Tim dokter sebenarnya sudah mengetahui benda asing ini sejak awal. Tapi memang proses operasinya cukup sulit. Jadi baru akan kami laksanakan hari ini," terang William Tanoyo.
Kondisi para korban, menurutnya, kini relatif stabil namun bom belum ada yang diperbolehkan untuk pulang. Termasuk dua pasien yang sempat mengalami kritis, yakni Defiana dan Febiana, pun membaik. "Dua pasien yang di ICU juga mulai membaik. Defiana, yang terkena logam di kepala, bahkan sudah mau mencoba berdiri," terangnya.

Editor: Prawira Maulana  |  Sumber: Tribun Jogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar