REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki akan tetap membeli gas alam dari
tetangganya Iran meskipun negara-negara Barat meningkatkan tekanan
terhadap Teheran terkait sengketa program nuklirnya.
"Tidak
pernah terpikirkan untuk mundur dari kerja sama perdagangan itu. Apalagi
kami tidak pernah diminta untuk mengambil langkah tersebut," kata
Menteri Energi Turki, Taner Yildis, seperti dikutip kantor berita Anatolia, Rabu (26/12).
Iran
adalah pemasok gas alam kedua terbesar setelah Rusia. Yildiz mengatakan
Teheran memasok sekitar 18-20 persen dari gas yang dikonsumsi Turki.
Pada
30 November, Senat Amerika Serikat secara mutlak menyetujui sanksi
ekonomi baru yang bertujuan untuk mengacaukan sektor energi, perkapalan
dan pelabuhan Iran. Langkah itu diambil setahun setelah Kongres AS
menerapkan sejumlah pembatasan ketat terhadap Teheran.
Proposal
itu diperkirakan akan lolos di Dewan Perwakilan Rakyat AS dan segera
menjadi Undang-Undang setelah ditandatangani Presiden AS, Barack Obama.
Selama
dua tahun terakhir, perekonomian Iran cenderung masih dapat bertahan di
tengah sanksi yang diberlakukan AS dan Uni Eropa terhadap mereka. Uni
Eropa menghentikan pembelian minyak mentah Iran pada Juli lalu, yang
diiringi penurunan ekspor Teheran ke sejumlah konsumen di Asia hingga
10-30 persen.
Namun pada 7 Desember, Amerika Serikat telah
berupaya memperluas sanksi itu untuk menghantam ekspor minyak Teheran
yang melibatkan sejumlah kekuatan ekonomi besar seperti Turki, Cina,
Taiwan, India dan Korea Selatan.
Yildiz menekankan perusahaan
pengolahan minyak Turki, TUPRAS akan terus mengimpor minyak mentah dari
Iran. "Tidak seperti sejumlah negara Eropa lain, Turki bukanlah negara
yang mengimpor tiga hingga lima persen minyak mentah dari Iran," kata
Yildiz.
"Tahun lalu saja, Turki memenuhi setengah dari kebutuhan
minyaknya dari Iran, negara itu merupakan sumber impor penting,"
tegasnya.
Namun, Yildiz menuturkan negaranya terus mengupayakan
membeli lebih banyak minyak dari Libya, Arab Saudi dan Rusia, untuk
mengurangi impor minyak dari Iran seiring sanksi yang diterapkan AS dan
Uni Eropa itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar