TRIBUNNEWS.COM - TATAPAN matanya terlihat kosong.
Pria bercambang lebat ini pun seolah tak menghiraukan keadaan
sekelilingnya.
Padahal ia duduk di antara ratusan orang yang tengah
mengikuti kegiatan ekspos soal aktivitas vulkanik Gunung Tangkubanparahu
di Kantor Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat
(KBB).
Eli Hambali nama pria tersebut juga tampak tak berminat
mendengarkan penjelasan mengenai aktivitas terkini Gunung
Tangkubanparahu yang disampaikan oleh tim Pusat Vulkanologi Mitigasi
Bencana Geologi (PVMBG) dan Badan Penanggulangan Bencan Daerah (BPBD)
KBB. Ia seolah sudah mengetahui apa yang hendak disampaikan oleh tim
yang mewakili pemerintah tersebut.
Kedatangan ayah tiga anak itu
ke Kantor Desa Cikole hanya memiliki satu tujuan yaitu berharap agar
Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tangkubanparahu kembali dapat dibuka
untuk umum. Meski baru mendengar beberapa penjelasan yang disampaikan
tim PVMBG, Eli tampak sudah menebak isi penjelasan yang disampaikan ahli
gunung api itu, yaitu aktivitas vulkanik Tangkubanparahu masih
fluktuatif. Artinya, harapan Eli agar Tangkubanparahu dibuka, semakin
tipis.
Susunan bicaranya teratur namun terdengar lirih. Sambil
bercerita, sekali-kali ia tertunduk dan kembali menerawang dengan
tatapan kosong. "Saya berharap Tangkubanparahu segera dibuka lagi," ujar
dia saat ditemui Tribun di Kantor Desa Cikole, Lembang, Jumat
(14/9/2012) sore.
Sejak Tangkubanparahu dinyatakan berstatus
waspada pada 13 Agustus lalu dan ditutup beberapa hari setelah itu
karena aktivitas vulkaniknya yang terus naik, Eli dan sekitar 1.080
pedagang yang biasa berjualan di areal kawah Gunung Tangkubanparahu
memang sudah menghentikan aktivitasnya. Selama kurun waktu itu pula,
mereka tak memiliki penghasilan tetap.
Bahkan sejak tak lagi
berjualan karena Tangkubanparahu ditutup, ujar Eli, untuk menghidupi
tiga orang anaknya, diaharus meminjam uang kepada kerabat atau ngutang
ke warung di kampungnya. Hal itu terpaksa dia lakukan mengingat
pundi-pundi tabungannya selama ini sudah tak bersisa lagi.
Meski baru
ditutup resmi setelah statusnya waspada, sebenarnya para pedagang sudah
tak berjualan sejak bulan Ramadan karena sepi pengunjung.
"Kalau
dihitung-hitung mungkin sudah sebulan lebih kami tak bisa jualan. Untuk
makan sehari-hari karena sudah tak punya uang, saya sampe ngutang dulu
ke warung," kata Eli yang biasa berdagang berbagai souvenir
Tangkubanparahu di areal kawah.
Eli sangat mengharapkan agar
Tangkubanparahu kembali dibuka agar dirinya dan para pedagang lainnya
dapat kembali berjualan. Meski demikian, ia mengaku akan tetap patuh dan
taat terhadap apa pun yang direkomendasikan pemerintah melalui PVMBG
maupun BPBD.
Pedagang lainnya, Neneng (38), menyatakan hal senada.
Wanita berkerudung itu terlihat sangat antusias saat melihat rekannya
sesama pedagang menyampaikan aspirasi kepada pihak PVMBG soal keinginan
para pedagang agar Tangkubanparahu kembali dibuka secepatnya untuk umum.
"Sejak
ditutup kami tak lagi punya penghasilan. Apalagi hampir sebagian
masyarakat Cikole sangat menggantungkan hidupnya kepada wisata
Tangkubanparahu," kata Neneng.
Dampak penutupan TWA Gunung Tangkubanparahu juga dirasakan oleh pengelola hotel dan pengelola toko oleh-oleh.
Direktur
Utama PT Graha Rani Putra Persada (GRPP), Putra Kaban, selaku pengelola
TWA Tangkubanparahu bahkan sampai memohon-mohon kepada PVMBG untuk
mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkan oleh penutupan
Tangkubanparahu. Kaban meminta pemerintah juga harus memperhatikan nasib
pedagang dan masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya di taman
wisata Tangkubanparahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar