REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Sekitar sepuluh ribu kelompok anti-Putin
tumpah ke jalan-jalan ibu kota di Moskow, Rusia. Gerakan turun kejalan
kali ini adalah gelombang protes terbesar dalam sembilan bulan terakhir
di Rusia. Demonstran menolak perilaku represif pemerintah terhadap
kebebasan berpendapat dan berpolitik, menuntut reformasi sosial, dan
pemilu ulang.
Di antara para demonstran, terdapat banyak anggota
Partai Komunis Rusia dan Partai Kiri-Tengah Rusia, Kelompok Penyuka
Sesama. Mereka dikawal oleh tujuh ribu satuan kepolisian dan penembak
jitu. Demonstran juga menuntut pemerintah untuk membebaskan tiga anggota
kelompok musik Pussy Riots yang dihukum penjara lantaran menjadi pemicu
kerusuhan di Moskow beberapa waktu lalu.
"Kami menolak penjahat
(politik), dan pencuri. Kami menolak penindasan (yang dilakukan
pemerintahan), dan menuntut pemilu yang benar," kata pemimpin oposisi,
Boris Nemstov, yang dilansir BBC News, Sabtu (15/9).
Sebelumnya,
Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengambil sikap keras terhadap
oposisi sejak pelantikannya pada bulan Mei. Pemerintah mengambil sikap
melalui regulasi baru yang dianggap represif dan mengekang kehidupan
bernegara.
Undang-undang tersebut menyiratkan kepolisian untuk
menangkap serta mengintrogasi para oposan. Putin juga menyetujui
regulasi peningkatan denda bagi mereka yang melanggar hukum dengan
protes-protes sosial, dengan resiko denda mencapai 10 ribu Dollar AS,
(setera dengan Rp 90 juta).
Terakhir sekelompok perempuan yang
bergabung dalam kelompok musik Pussy Riot, ditangkap keamanan sebab
melakukan aksi musikal di Katedral Moskow. Kelompok musik punk tersebut
menyairkan lagu berjudul "Doa Punk", yang berisikan penolakan prilaku
para imam gereja yang mendukung pemerintahan Putin, pada 21 Februari
lalu.
Aksi tersebut memicu gelombang kerusuhan di Moskow,
terbesar saat Mei lalu. Pengadilan memvonis, Tolokonnikova, Alyokhina
dan Samutsevich dengan penjara dua tahun, sebab mempublikasikan perlawan
terhadap pemerintah, dan menista agama.
Kantor Berita Reuters
melansir jajak pendapat yang mendukung aksi anti-Putin kali ini. Para
aktivis mengatakan mantan petinggi Dinas Intelijen Rusia (KGB) tersebut
sudah tidak patut lagi memimpin Negeri Beruang Merah itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar