REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Paska pembebasan tanah biasanya
bermunculan orang kaya mendadak.
Namun, tidak demikian halnya dengan
Saidah (63 tahun) warga RT 01/04, Kelurahan Meruyautara, Kecamatan
Kembangan, Jakarta Barat. Kehidupannya yang dulu sederhana, paska
pembebasan tanahnya seluas 100 meter persegi untuk proyek JORR W2,
justru makin sengsara dan memprihatinkan. Kecilnya ganti rugi yang
diberikan membuatnya tak sanggup membeli rumah. Bahkan, di hari tuanya
Saidah harus mengontrak dengan kondisi lumpuh dan stres
Saat dibebaskan tahun 2010, lahan seluas 100 meter persegi milik
Saidah hanya dihargai sebesar Rp 90 juta. Jumlah uang yang sangat kecil
untuk mencari rumah pengganti di Jakarta. Uang itu pun akhirnya habis
untuk biaya berobat dirinya, akibat stres mengingat kecilnya uang
pembebasan lahan yang diterimanya.
"Ganti rugi yang diberikan hanya Rp 90 juta. Padahal harga tanah di
wilayah saya sudah sangat mahal, kok dapatnya hanya segitu? Jangankan
beli rumah untuk beli tanah saja tidak cukup,” ungkap Saidah, Selasa
(4/9).
Namun, karena tanahnya sudah dibebaskan, kini ia terpaksa mengontrak
bersama anaknya di kelurahan yang sama di wilayah RT 17/04. Untuk
bertahan hidup, selama ini Saidah mengandalkan belas kasihan warga
sekitar. Sebab, sembilan orang anaknya umumnya tidak memiliki pekerjaan
tetap.
"Sudah hampir dua tahun ini saya dapat bertahan hidup mengandalkan
belas kasihan tetangga. Tempat saya sekarang ngontrak ini juga terkena
proyek JORR W2, jadi bila kontrakan saya ini dibongkar saya dan
anak-anak bingung selanjutnya mau tinggal di mana karena uang pembebasan
lahan sudah habis,” ujar Saidah.
Ketua Forum Komunikasi Korban JORR W-2 Meruyautara, Muhammad Suro
mengatakan, Saidah bukanlah satu-satunya korban proyek tersebut yang
stres akibat ganti rugi yang minim dan tidak adil. Menurutnya,
masyarakat sekitar juga sudah banyak yang menderita sakit akibat
penggusuran rumahnya.
"Sudah banyak yang sakit, beruntung masih banyak keluarganya. Kalau
Saidah ini, memang orang susah. Anak-anaknya juga hanya mengojek jadi ke
depan akan tinggal di mana saya juga tidak tahu,” ujar Suro.
Untuk itu, menurut Suro, warga yang lahannya terkena proyek JORR W2
hanya meminta keadilan, dengan ganti rugi yang seimbang. Sebab, untuk
ganti rugi proyek yang sama di wilayah Cileduk dan Depok saja mencapai
Rp 5 sampai Rp 6 juta per meter. Namun, untuk di wilayah Meruyautara
yang notabene wilayah kota, ganti rugi bangunan permanen hanya Rp 887
ribu per meter persegi, semi permanen Rp 550 ribu per meter persegi, dan
bangunan darurat Rp 350 ribu per meter persegi.
"Pada dasarnya kami sudah minta ganti rugi sekitar Rp 4 juta per
meter persegi. Harga tersebut masih di bawah pasaran. Tapi Tim Panitia
Pengadaan Tanah (P2T) tetap berpegang pada tim apraisal. Maka hasilnya
jadi banyak yang sengsara. Buat kami yang masih lahannya belum
dibebaskan tetap akan bertahan,” tegasnya.
Ketua Tim Pembebasan Tanah Bina Marga, Ambardi Effendi mengatakan,
pihaknya sampai saat ini masih berusaha terus melakukan pendekatan pada
warga yang masih bertahan dengan harga yang diinginkan. "Jadi saat ini
untuk di wilayah Kelurahan Meruyautara masih ada sisa 18 warga yang
bertahan dari 142 bidang tanah yang akan dibebaskan karena ganti rugi
yang menurut warga tidak seimbang. Saat ini masih dalam tahap
negosiasi,” terang Ambardi.
Ambardi menambahkan, jika ganti rugi 18 warga terselesaikan dengan
baik dan cepat, proyek JORR W2 sepanjang 3,4 KM akan cepat selesai
setidaknya awal tahun 2013. Selain di Kelurahan Meruyautara, pembebasan
juga dilakukan di Kelurahan Meruyaselatan yang telah berhasil
membebaskan 142 bidang dan masih menyisakan satu bidang, dan Kelurahan
Joglo sebanyak 62 bidang dan semua sudah selesai dibebaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar