TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menilai, pemberian remisi
bagi para pelaku tindak pidana korupsi, tidak sejalan dengan amanat
yang tercantum dalam TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 dan TAP MPR Nomor 2
Tahun 2001, yang mensyaratkan pemberantasan korupsi harus tegas dan
tuntas.
"Tegas itu artinya kita tidak memberi toleransi, agar ada
efek jera dan disadari koruptor," ujar Bambang, di kantornya, Jakarta,
Jumat (17/8/2012).
Dalam kebijakan pengetatan remisi, KPK hanya
sebagai pengguna dari kebijakan. Namun, jika TAP MPR tidak digunakan,
maka tidak ada landasan spiritual, dan pemberantasan korupsi menjadi
tidak bermakna.
"Dalam penjelasan umum UU, salah satunya
menyebutkan untuk penanganan kejahatan umum bersifat ultimatum remidium.
Sedangakan kasus korupsi disebut premium remidium, yang artinya
pelaksanaan hukuman harus tegas dan keras," tutur Bambang.
Sedikitnya
27 narapidana korupsi mendapat 4-6 bulan remisi. Contohnya, narapidana
kasus pajak Gayus Tambunan, narapidana kasus penyuapan Kurator Puguh
Wiryawan, dan mantan Bupati Garut Agus Supriadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar