REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG---Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Nusa
Tenggara Timur Nicolaus Bala Nuhan mengatakan, komoditas rumput laut di
Indonesia termasuk di Nusa Tenggara Timur pernah menembus pasar
internasional Filipina, ketika produksi di negara itu mengalami
stagnasi.
"Pada 2010 komoditas ekspor rumput laut asal NTT cukup diminati
konsumen pasar di Mandanao Filipina karena kualitasnya, untuk kebutuhan
obat dan jenis kosmetik lainnya," katanya di Kupang, Rabu, terkait
dengan keberadaan rumput laut di NTT dan dampak ekonomisnya bagi
masyarakat setempat.
Ia mengatakan saat itu (2010) harga rumput laut di NTT juga mencapai
puncak tertinggi yaitu Rp 22 ribu per kilogram dan kemudian setelah
harga rumput laut internasional stabil, kembali merosot hingga Rp 3.500
per kg dan hingga saat ini sedikit mengalami kenaikan Rp 4.000 per kg.
Menurut dia, rumput laut dinilai memiliki peran penting dalam
pergerakan kemajuan ekonomi nasional sebagai salah satu primadona ekspor
yang mampu menciptakan lapangan kerja khususnya di bidang kelautan dan
perikanan.
"Saat ini saja rumput laut jenis 'euchema cotoni' telah menjadikan
Indonesia sebagai produsen utama dengan menguasai 50 persen produksi
rumput laut di dunia. Dan merupakan hasil dari hilirisasi rumput laut
dengan penerapan klaster bisnis," katanya.
Karena itu, mantan Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan NTT
itu meminta semua pihak mendukung pemerintah dalam mengimplementasian
"road map" yang sedang disusun dengan melakukan perluasan organisasinya
hingga ke kabupaten/kota, terutama daerah penghasil rumput laut agar
menjadi komoditas unggulannya.
Ia mengatakan, dengan potensi yang ada seharusnya Indonesia mampu
menjadi produsen perikanan yang mampu mengambil porsi besar dalam pasar
dunia.
Karena industri rumput laut memerlukan keterkaitan erat antara hulu
(up stream) dan hilir (down stream), karena pada tingkat hulu (petani
dan nelayan) memiliki keahlian dan kemauan berproduksi tetapi menghadapi
keterbatasan dalam akses pasar dan teknologi, sementara pada tingkat
hilir (pemilik pabrik) memiliki teknologi dan akses pasar namun
membutuhkan jaminan suplai bahan baku.
Ia menjelaskan "model klaster bisnis" akan banyak membantu
kelangsungan aktivitas petani rumput laut dan sekaligus industri
pengolahannya sehingga diharapkan kemitraan dapat dibangun melalui
komunikasi dan implementasi nyata diantara pemangku kepentingan secara
sinergis dan saling menguntungkan.
"Dengan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan, mulai
dari pemerintah pusat/daerah sampai pelaku usaha utama, yakin bahwa
target Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mencapai target produksi
10 juta ton pada 2014 akan dicapai," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar