Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pada Blog Kami

Minggu, 06 November 2011

Gunungan Lava Favorit Pendaki Hancur Tak Tersisa


DUDUK bersandar di sebuah punggungan tipis di tepian sektor timur laut bekas Kawah Mati, tubuh serasa beku. Kedahsyatan letusan Merapi Oktober-November 2010 tampak begitu nyata di depan mata.
Sepanjang mata memandang, tampak ujung-ujung tebing runcing mengelilingi kawah yang sangat dalam dan lebar. Di arah tenggara kawah menganga sama sekali tanpa dinding penahan.

Jejak kawah mati sudah tak ada lagi kecuali tepi-tepinya saja.
"Di kawah mati ini starting point kita bekerja di puncak. Di sini dimulainya titik sebar sesuai tugasnya masing-masing," kata Sapari Dwiono, Teknisi Instrumentasi Seksi Gunung Merapi BPPTK Yogyakarta kepada Tribun di puncak Merapi, Kamis (27/10/2011).
Dulu, di tengah kawah mati itu menggunung kubah lava (lava dome) erupsi 2006. Tinggi kubah lava itu bahkan lebih tinggi dari puncak Garuda, yang ambrol saat Merapi menggelegak pada pertengahan tahun itu.
Sebelum erupsi 2010, orang yang mencapai puncak bisa menyentuh gunungan lava yang sudah menghitam keabuan dan beku itu, mengelusnya, dan selalu jadi lokasi favorit foto-foto para pendaki, setelah puncak Garuda sebagai ikon gunung Merapinya musnah.
Kini, kubah lava 2006 itu tandas tak tersisa. Gunungan batu itu hancur tersembur tenaga dorong magma yang begitu kuat melemparkannya dari perut gunung.
Tak hanya itu, beberapa kubah lava tua, seperti kubah lava 40, kubah lava 48, kubah lava 54, kubah lava 56, Kubah 97, kubah lava 1999-2001, pelataran Kawah Woro dan Kawah Gendol ikut tersapu seperti dikepras dari bawah menggunakan pedang setajam silet.
Praktis semua kubah lava dan pondasinya yang mengelilingi gunung anyar terlempar ke udara ketika hampir semua energi yang tersimpan di perut Merapi terlepas pada tengah malam 29-30 Oktober 2010.
Kini, tersisa dinding-dinding runcing tipis dengan struktur yang kelihatan labil.
Kawah raksasa terbentuk sedalam antara 150 hingga 200 meter dengan diameter lebih kurang 400-500 meter.
Kawah itu menganga lebar ke arah selatan/tenggara, dengan sedikit gundukan kubah lava erupsi 2010.
Sebuah lubang cukup besar masih terlihat di tengah kawah, dan ada kepulan asap tipis dari dalamnya. Kubah lava erupsi 2010 itu belum terbentuk sempurna, karena dari jauh masih terlihat belum solid, dan ada genangan air di sana-sini.
Suhu di kawah itu diperkirakan masih berkisar 500 derajat Celcius. Ketika menyentuh bibir kawah pada Ekspedisi Sabuk Merapi 2011, wartawan Tribun Jogja merasakan hawa panas dengan sapuan bau belerang yang masih menusuk hidung.
Sedangkan pengukuran sampel suhu di salah satu titik dinding timur laut gunung anyar, pada Kamis (27/10/2010) sekitar pukul 10.00 WIB, tercatat suhu di ceruk atau retakan dinding rata- rata 78,6 derajat Celcius. Suhu luar pada waktu itu tercatat 13,1 derajat Celcius.
Letusan 2010 memang benar-benar memperlihatkan keistimewaannya ketimbang pola erupsi sebelumnya. Kubah lava 2006 terbentuk menjulang sebagai akibat tipe erupsi yang efusif, sehingga magma bergerak pelan dari dapurnya.
Gerakan terus menerus dari perut gunung membuat pembengkakan di puncak, dan deformasi itu  berujung guguran material di puncak. Muncullah lava pijar serta aliran piroklastik atau awan panas, masyarakat setempat menyebutnya wedhus gembel.
"Pola erupsi efusif ini terjadi sesudah letusan 1930," kata Sapari Dwiono, Teknisi Instrumentasi di Seksi Gunung Merapi BPPTK Yogyakarta.
Letusan 1930 masuk kategori katastropik akibat tingginya daya rusak dan akibat yang ditimbulkan erupsi eksplosif itu Lereng barat Merapi tersapu bersih oleh awan panas, hujan abu pasir turun di Muntilan dan Magelang.
Dari dokumentasi foto-foto pemerintah kolonial Belanda di BPPTK Yogyakarta, efek letusan 1930 tampak serupa dengan erupsi 2010.

Editor: Anwar Sadat Guna  |  Sumber: Tribun Jogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar