Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pada Blog Kami

Jumat, 04 November 2011

Cukong Abaikan Fatwa Haram MUI





TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Kamis (3/11), bertempat di Banjarmasin, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel, HA Makkie mengumumkan fatwa haram penambangan dan penebangan ilegal. Pada saat bersamaan, ratusan penambang terus merusak bumi Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam untuk mencari emas.

Makkie menyatakan fatwa itu merupakan bentuk kepedulian MUI terhadap kelestarian lingkungan. Namun, MUI hanya sebatas menyampaikan fatwa karena penindakan adalah kewenangan aparat hukum.
Ketua Komisi Fatwa MUI Kalsel, H Rusdiansyah Asnawi menambahkan, jika ada orang, lembaga, atau instansi yang mengetahui fatwa tersebut tidak mempunyai kekuatan untuk menegur atau menghentikan aksi perusak alam, bisa berpedoman pada Hadis Nabi.
"Disebutkan, bila menjumpai kemungkaran di muka bumi, hendaknya kamu mengabil sikap mencegahnya dengan tangamu. Namun bila tak kuat hendaknya mengingatkan dengan lisan. Bila masih belum bisa juga, maka selemah-lemahnya adalah mendoakan agar sadar," ucapnya.
Terlepas tahu-tidaknya penyampaian fatwa haram itu, para penambang ilegal di Tahura, terus nekat beraktivitas. Mereka hanya 'istirahat' setelah ada operasi penertiban. Bahkan, sering kali, para penambang di dekat kawasan Waduk Riam Kanan itu sudah 'istirahat' sebelum penertiban berlangsung karena mendapat 'bocoran'.
Kawasan yang selama ini menjadi 'markas' penambang adalah Desa Bunglai, Aranio, Banjar. Selain itu, di Dusun Puliin, Desa Artain, Aranio. Khusus di Dusun Puliin, penambang menggunakan sistem sedot kering yang dampaknya sangat buruk karena limbahnya bisa mencemari persediaan air di Waduk Riam Kanan. Padahal, dari waduk itulah asal pasokan air untuk puluhan ribu pelanggan PDAM Banjar.
"Mereka menggunakan cara lama yakni tromol dan sistem sedot kering. Jika dikaitkan fatwa, sangat jelas itu haram. Tetapi terus saja berlangsung," kata Manajer PLTA (pembanghkit listrik tenaga air) PM Noor, Kardoyo.
Dia mengungkapkan, berdasar pantauan tim PLTA, setiap kelompok penambang itu diawasi dan dikelola seorang koordinator. Di atas koordinator ada cukong atau penyandang dana. Akan tetapi, cukong itu jarang datang ke lokasi penambangan.
"Meskipun saat ini sudah memasuki musim penghujan, para penambang itu tetap akan beraktivitas. Jika tidak segera dihentikan, bisa saja jumlahnya bertambah," kata Kardoyo.
Untuk menghentikan penambangan itu memang cukup sulit. Secara geografis, penambang diuntungkan karena akses menuju lokasinya hanya sungai sehingga memerlukan waktu lama. Imbasnya, sebelum tim penertiban tiba, penambang sudah mengetahui karena mendapat informasi melalui alat komunikasi.
Contohnya, tambang di Desa Bunglai. Dari Banjarbaru perlu waktu tiga jam menggunakan jalur darat. Setelah itu menggunakan kelotok selama 30 menit. "Mereka tidak lagi tinggal di bedakan, tetapi tenda," ungkap Kardoyo.
Kepala Badan Pengelola Tahura Achmad Ridhani juag mengakui kembali maraknya penambangan ilegal di Tahura. "Memang belum besar-besaran namun sudah mulai kembali ada gelagat. Kini mereka berkelompok kecil, tidak besar seperti sebelumnya." katanya.
Menyikapi itu, Kapolres Banjar AKBP Ebet Gunandar kembali mengatakan akan ada langkah tegas untuk menindak mereka. "Konsep sudah ada berikut rencana pengamanan yang akan dibuat. Jadi tinggal tunggu waktunya. Polres Banjar akan tegas dan tidak pandang bulu. Pokoknya harus ditertibkan. Masalah ini menjadi perhatian khusus kami," tegasnya.
Ebet yang pekan depan bergeser posisi menjadi kepala Sekolah Polisi Negara (SPN) Banjarbaru itu juga mengungkapkan jajarannya sudah mengantongi nama-nama cukong penambang Tahura. "Jika cukongnya dibekuk, aktivitas penambangan ilegal itu tidak ada lagi," tegasnya. (banjarmasinpost.co.id / nurholis huda/kur)

Editor: Prawira Maulana  |  Sumber: Banjarmasin Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar