REPUBLIKA.CO.ID, oleh Teguh Setiawan (wartawan Republika)
Tanyakan kepada orang Spanyol, siapa berani
membangkrutkan klub? Anda akan mendapatkan jawaban sama: tidak ada yang
berani. Saat ini enam dari 20 klub, Rayo Vallecano, Racing Santander,
Real Betis, Zaragoza, Granada, dan Mallorca, mendatangi pengadilan dan
meminta di bangkrutkan. Enam klub di Segunda Division atau Divisi II
juga melakukannya. Namun, keenamnya tetap saja berlaga di La Liga.
Bahkan, keenamnya menggunakan undang-undang kebangkrutan untuk
melindungi diri dan menikmati legal protection dari krediturnya seraya
terus bermain sepak bola.
Coba bayangkan sejenak jika peme
rintah mengambil langkah berani dengan meminta pengadilan
membangkrutkan klub-klub itu. Berapa ratus jadwal sisa musim yang
melibatkan klub-klub itu yang harus dicoret. La Liga mungkin akan
terhenti.
Penghapusan jadwal akan berdampak sangat serius.
Sejumlah televisi yang telah membeli hak siar akan menuntut peme rintah
membayar kompensasi. Fans yang memegang tiket untuk satu musim juga
akan menuntut klub mengembalikan uang mereka.
Di sisi lain,
legal protection menyebabkan kreditur tidak bisa menagih pi utangnya
kepada klub. Pihak klub yang merasa terlindungi terus berupaya mengeruk
uang tanpa merasa terganggu debt collector.
Politik sepak bola
Hampir setiap tahun sepak bola Spanyol bermasalah. Pada 2010, Mallorca
mengalami krisis finansial yang mem buat nya tidak boleh berlaga di
Liga Eropa. Villarreal yang mengakhiri musim satu tingkat di bawah
menggantikan the Islander bermain di Eropa.
Lebih ke belakang
lagi, pada 1990-an, Liga Nacional de Fútbol Profesional (LPF)—otoritas
liga sepak bola Spanyol— mengancam akan mendegradasikan Celta Vigo dan
Sevilla. Kedua klub dianggap lalai mengajukan kertas kerja berupa
laporan keuangan klub dan dokumen lainnya sampai batas waktu
ditentukan.
Kedua klub memang mengalami masalah keuangan dan
kesulitan mengajukan laporan keuangan kepada otoritas. Namun, tidak ada
sanksi degradasi untuk keduanya karena fans turun ke jalan dan menekan
LPF untuk tidak menjatuhkan sanksi kepada klub kesayangan mereka.
LPF tidak bisa berbuat apa-apa. Kasus Celta Vigo dan Sevilla seakan
menegaskan asumsi tidak boleh ada sanksi degradasi atau administrasi
terhadap klub jika tidak ingin terjadi kerusuhan di jalan-jalan.
Degradasi hanya boleh terjadi jika klub gagal berkompetisi selama satu
musim.
Lebih jauh ke belakang lagi, pada masa lalu terdapat
asumsi menghukum klub—salah satunya dengan cara mendegradasikan—akibat
berakibat buruk bagi pemerintah. Fans klub akan selalu menimpakan
kesalahan kepada politik pemerintah. Sebagai akibatnya, pada pemilu
berikut, partai yang berkuasa tidak mendapat dukungan dari fans klub
yang terkena hukuman.
Asumsi inilah yang menyebabkan sepak bola
Spanyol tidak mengenal sanksi pengurangan poin bagi klub-klub yang
mengalami kesulitan keuangan seperti yang terjadi di Inggris. Tidak
pernah ada klub yang dibangkrutkan pengadilan akibat tidak mampu lagi
membayar utang-utangnya.
Pendek kata, tidak ada kekuatan yang
berani menghukum klub penunggak pajak, pengemplang utang, atau gagal
bayar gaji pemain. Tidak ada politikus yang berani mengubah keadaan ini
atau setidaknya mengungkap isu dan memulai perdebatan publik.
Namun, terjadi perubahan situasi dalam beberapa hari terakhir. Caridad
Garcia, politikus dari Partai Izquierda Unida (IU), mendesak pemerintah
meng ungkap nama-nama klub penunggak pajak. Partido Popular, partai
yang berkuasa saat ini, mendukung gagasan itu dengan menyebutnya
sebagai tindakan tak bisa ditoleransi.
Jose Luis Cantella,
juru bicara IU, mengatakan, “Ini berita buruk bagi semua orang yang
telah kehilangan rumah dan menderita pemotongan tunjangan sosial.” Ia
juga mengatakan, “Bagaimana mungkin pemerintah bermurah hati luar biasa
kepada sepak bola.”
Partido Popular tidak keberatan mengungkap
nama-nama klub penunggak pajak karena Real Madrid tidak berada di
dalamnya. PP, demikian partai itu dikenal, berafiliasi dengan Los
Blancos. Lawannya adalah Partido Socialista Obrero Español (PSOE) yang
berhubung an erat dengan Barcelona. Pemerintah tidak akan
mempertimbangkan untuk memberikan pemotongan pajak kepada klub-klub.
Sedangkan, PSOE mengusulkan klub-klub penunggak pajak, terutama yang
luar biasa besar, dikeluarkan dari La Liga.
PSOE tampaknya
telah mempertimbangkan masak-masak usul ini. Mereka yakin, Barcelona
yang juga berutang pajak 48 juta euro akan bisa membayar. Namun,
bagaimana dengan Atletico Madrid yang berutang pajak lebih dari 150
juta euro.
Tidak diketahui apakah Aletico Madrid memiliki
koneksi politik di parlemen atau berafiliasi dengan partai tertentu.
Yang pasti, IU tidak berafiliasi ke klub manapun dan cenderung bersuara
keras jika menyangkut masalah pajak dan utang. Juan de Dios Crespo,
pengacara olahraga, berharap, pemerintah memiliki keberanian untuk
mengakhiri semua ini. Jika tidak, sepak bola Spanyol akan menghadapi
situasi lebih buruk pada masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar