Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pada Blog Kami

Minggu, 16 Oktober 2011

Kapitalisme di Ambang Kehancuran? Gerakan Anti Wall Street Merembet Keluar AS

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA - Para demonstran di beberapa negara di  dunia meneriakkan kemarahan mereka pada hari Sabtu melawan bankir dan politisi. Mereka dituduh merusak ekonomi dan menimbulkan kesulitan melalui keserakahan dan pemerintahan yang buruk.

Diredam sementara di AS, gerakan ini kini menyebar mulai dari Selandia Baru, hingga ke Eropa dan diharapkan untuk kembali ke titik awal mereka di New York. Tercatat, demonstrasi terjadi di 82 negara hari ini.

Kebanyakan demonstrasi berskala kecil nyaris tidak mengganggu lalu lintas. Demonstrasi terbesar terjadi di Roma, dengan diikuti sedikitnya 100 ribu orang.

"Pada tingkat global, kita tahu utang publik tidak diciptakan oleh kita, tetapi oleh pemerintah maling, bank korup, dan spekulator yang tidak peduli tentang kita," kata Nicla Crippa, 49, demontran di Roma. "Mereka menyebabkan krisis internasional dan masih pula mengambil keuntungan dari itu."

Para demonstran Roma, termasuk pengangguran, mahasiswa dan pensiunan, berencana untuk berbaris melalui pusat kota, melewati Colosseum dan finish di Piazza San Giovanni.

Pada hari Jumat ribuan mahasiswa menyerbu kantor Goldman Sachs di Milan dan dipulas grafiti merah. Yang lain melemparkan telur di markas dari UniCredit, bank terbesar Italia.

Di Selandia Baru, beberapa ratus orang berbaris di jalan utama di Auckland, kota terbesar Selandia Baru, bergabung dengan sebuah reli di mana 3.000 orang bernyanyi dan memukul drum, mencela keserakahan korporasi.

Di Sydney, sekitar 2.000 orang, termasuk perwakilan dari kelompok Aborigin, komunis, dan serikat buruh, protes di luar pusat bank sentral Reserve Bank of Australia.

"Saya pikir orang menginginkan demokrasi yang nyata," kata Nick Carson, juru bicara OccupyMelbourne.Org, karena sekitar 1.000 berkumpul di kota Australia.

Di Tokyo, massa anti kapitalisme bergabung dengan demonstran anti-nuklir. Di Manila, ibukota Filipina, beberapa lusin berbaris ke  kedubes AS melambaikan spanduk bertuliskan: "Ganyang imperialisme AS" dan "Filipina tidak untuk dijual."

Lebih dari 100 orang berkumpul di bursa Taipei, meneriakkan "kita 99 persen Taiwan," dan mengatakan pertumbuhan ekonomi hanya menguntungkan perusahaan, sementara rakyat jelata hampir tidak bisa menutupi melonjaknya biaya perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

Mereka menemukan dukungan dari seorang pengusaha atas, Morris Chang, pimpinan Semiconductor Manufacturing Corp (TSMC).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar