Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pada Blog Kami

Jumat, 30 November 2012

Gagal Jadi Tentara, Puluhan Juta Rupiah Ludes

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Al (22) tidak menyangka bila ia telah menjadi korban penipuan seorang anggota TNI gadungan.
Hingga sore tadi, ia masih meyakini Dani Ristanto (34) adalah seorang perwira TNI dengan pangkat kolonel.
"Saya sama sekali enggak curiga. Saya baru tahu waktu dijemput Pak Polisi tadi, katanya korban penipuan," tutur Al polos saat ditemui di Mapolsek Metro Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (29/11/2012) malam.
Al datang bersama ayahnya Mj (46) sebagai saksi korban dalam kasus penipuan anggota TNI gadungan dengan tersangka DR. Pria itu baru dikenal mereka dua pekan lalu.
Pemuda asal Jepara, Jawa Tengah, ini mengaku memiliki impian menjadi anggota TNI. Upaya sudah dilakukan dengan mengikuti seleksi. Sayangnya dia tak pernah bisa lolos.
"Ya, namanya punya cita-cita jadi TNI. Waktu dia ngaku punya jalur mudah dan minta duit ya kami percaya dan ngasih aja," tutur Al.
Mj mengisahkan, awal perkenalan mereka dengan DR terjadi saat pria asal Cilacap itu datang untuk melamar kerja di lokasi proyek mereka, SMP 48, Jalan Baru, Kebayoran Lama. Di tempat tersebut, Mj bekerja sebagai wakil mandor proyek sekolah.
"Dia mengaku lagi butuh duit karena istrinya di kampung lagi hamil tua. Dia minta bisa kerja sebagai kuli bangunan di proyek," kata Mj.
Lantaran menaruh iba, Mj meluluskan permintaan DR. Dia diterima bekerja sebagai buruh bangunan yang mengerjakan proyek sekolah SMP 48. Di saat-saat bekerja itulah DR melancarkan aksi muslihatnya.
"Dia ngomong, saya ini sebenarnya anggota TNI, pangkat saya kolonel. Hanya, saya lagi diskors dari kesatuan, makanya lagi enggak punya duit," kata Al menirukan pernyataan DR.
Untuk lebih meyakinkan rekan-rekannya, pada hari-hari berikutnya DR datang dengan dilengkapi sejumlah atribut militer, di antaranya seragam, baju kaus, slayer, dan senjata api mainan. Setelah rekan-rekannya menjadi lebih percaya, DR semakin berani melancarkan aksinya.
"Dia mengaku punya keluarga seorang jenderal. Karena itu, urusan lolos seleksi gampang saja, asal bisa penuhin permintaan uangnya," sambung Mj.
Sadar bahwa menjadi anggota TNI merupakan impian putranya, Mj pun tak segan-segan memenuhi permintaan uang yang disyaratkan DR. Bahkan, saat tidak memiliki uang lagi, upaya berupa meminjam uang dan menjaminkan sepeda motor milik teman pun dilakukan Mj.
Tujuh kali permintaan uang bernilai jutaan akhirnya dipenuhi olehnya. "Pertama kali dia minta buat uang pendaftaran Rp 1,5 juta. Kedua, dia minta lagi untuk administrasi Rp 2,5 juta," urai Mj.
Setelah itu, DR masih datang lagi dengan sejumlah permintaan. Berturut-turut, Mj mengeluarkan uang Rp 5 juta, Rp 7 juta, Rp 3 juta, Rp 2 juta. Terakhir, ia meminta uang pendidikan bagi Al sebesar Rp 15 juta. Namun, lantaran tidak memiliki dana lagi, Mj tidak bisa memenuhi permintaan tersebut.
DR tidak kehilangan akal. Ia menerangkan bahwa uang belasan juta tersebut merupakan syarat terakhir. Ia juga mengusulkan cara untuk mendapatkan uang, yaitu menjaminkan sepeda motor Honda Revo milik salah seorang warga Kebayoran Lama yang baru dibeli. Mj mengikuti usulan itu lantaran sudah kepalang tanggung.
"Jumlah totalnya belum termasuk permintaan-permintaan kecil setiap hari antara puluhan sampai ratusan juta," ujar Mj.
Termasuk di dalamnya, permintaan aneh DR. Saat bertandang ke tempat Mj, ia disajikan dodol yang dibawa Al dari kampungnya. Kolonel gadungan itu kemudian meminta dibungkus untuk dibawa ke rumah "jenderal". "Terus dia balik lagi. Katanya, si jenderal minta dikirimi lebih banyak dodol," ujar Al.
Pemuda itu langsung berpikir bahwa makanan tersebut bisa menjadi upeti ideal yang bisa meloloskan dirinya menjadi anggota TNI. Tak tanggung-tanggung, ia memesan sekaligus berbungkus-bungkus dodol dengan nilai total Rp 3 juta. Semuanya diserahkan ke DR untuk diantar ke rumah "jenderal".
Meski sudah berkorban demikian besar dalam dua pekan terakhir, MJ dan Al tak kunjung sadar telah menjadi korban penipuan yang dilancarkan DR. Keduanya baru terkejut setelah Bd, korban lainnya, melaporkan ulah DR ke Mapolsek Kebayoran Lama sekitar pukul 15.00 WIB sore tadi.
"Bd yang melapor ke sini. Dia keluarga dekat saya. Dia ruginya jauh lebih banyak," kata Mj.
Baik Mj maupun putranya Al menyatakan penyesalan karena begitu mudah terpengaruh bualan DR. Saat bertutur, bapak dan anak itu perlahan-lahan menyadari sendiri keanehan-keanehan pada sikap dan perkataan pelaku.
Keduanya berharap, keluarga mereka di kampung halaman tidak mengetahui peristiwa yang menimpa mereka di Jakarta. "Takutnya keluarga di sana jadi gelisah atau sakit gara-gara masalah ini," pungkas Al.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar